JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaedi, mengatakan tidak realistis jika pemerintah memaksakan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Desember 2020.
Menurut Veri, tidak ada anggaran yang cukup memadai untuk menjamin kesehatan penyelenggara dan peserta pilkada di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
"Kalau terkait dengan anggaran saja tidak tersedia cukup memadai, maka menurut kami pilkada ini tidak bisa dijalankan. Tidak realistis untuk memaksakan pilkada berjalan di 9 Desember," kata Veri dalam diskusi daring 'Pilkada 2020 Bertaruh Nyawa', Kamis (28/5/2020).
Ia menyarankan KPU dan Bawaslu melakukan asesmen terhadap kesiapan penyelenggaraan Pilkada 2020.
Baca juga: Perludem Desak Pilkada Diundur hingga 2021
Veri mengatakan, KPU semestinya dapat memilih opsi untuk menunda pilkada hingga tahun berikutnya.
"KPU bisa ambil opsi kedua dengan melakukan penundaan dengansituasi yang ada. Pertama, KPU mesti melakukan asesmen terhadap seluruh tahapan, anggaran, dan kesiapan penyelenggara serta persoalan terkait partisipasi masyarakat," jelasnya.
Veri pun mengatakan hasil asesmen itu harus dibuka untuk publik serta disampaikan kepada pemerintah dan DPR.
Veri yakin jika KPU melakukan asesmen dengan benar, sebetulnya sangat tidak mungkin pilkada diselenggarakan pada akhir tahun mendatang.
"Hasil asesmennya harus dibuka kepada publik dan penyelenggara negara seperti pemda, Mendagri, dan DPR. Hasil asesmen harus menunjukkan apakah pilkada dapat dilaksanakan atau tidak. Tapi saya lihat dengan situasi sekarang hasil asesmen bahwa pilkada tidak bisa dilakukan," ucapnya.
Baca juga: Kualitas Pilkada Dikhawatirkan jika Diselenggarakan Desember 2020
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, Laode M Syarif, mengkhawatirkan penurunan kualitas pilkada jika benar-benar dilaksanakan pada Desember 2020.
Selain itu, menurut Laode, risiko kesehatan penyelenggara dan peserta pemilu juga patut diperhatikan mengingat situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air saat ini.
"Satu adalah kualitas pemilu, kedua conflict of interest, tiga segi keselamatan," ujar Laode.
Eks Wakil Ketua KPK itu juga menyoal terjadinya konflik kepentingan para calon petahana (incumbent) di pilkada ini.
Baca juga: Masyarakat Galang Petisi Penundaan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19
Laode mengatakan banyak kasus bantuan Covid-19 di daerah-daerah menjadi medium kampanye calon petahana.
"Bupati Klaten hanya salah satu contoh, misalnya banyak bantuan datang dibungkus dengan nama incumbent. Itu sebenarnya bukan lagi wacana, tapi itu kampanye sudah terjadi dengan dana bantuan Covid-19 yang sedang berjalan," tuturnya.