JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, pihaknya berencana mengganti mekanisme penggunaan tinta untuk Pilkada.
Penggunaan tinta sebagai penanda warga telah menggunakan hak pilihnya ini rencananya tidak lagi dilakukan dengan cara mencelupkan jari.
"Selama ini semua orang memasukkan jari ke dalam botol tinta. Kami berpikir nantinya tidak boleh cairan (tinta) lalu dipakai semua tangan masuk situ," ujar Arief dalam diskusi daring yang digelar Rumah Pemilu, Kamis (28/5/2020).
Baca juga: Pilkada Saat Pandemi, Ketua KPU Berharap Partisipasi Masyarakat Tetap Tinggi
Menurut Arief, saat ini KPU sedang mendikusikan alternatif cara untuk menggunakan tinta.
"Kami pikirkan ada dua alternatifnya. Pertama, pakai tetes. Ini seperti sekarang saat kita ke mana-mana menemukan hand sanitizer botol yang dipencet. Nah nantinya petugas TPS yang akan memencetkan tinta (kepada pemilih)," jelasnya mencontohkan.
Alternatif kedua, tinta digunakan melalui spray atau disemprotkan ke jari tangan.
"Ada juga yang usul menggunakan cotton bud untuk meneteskan tinta ke jari. Tapi intinya kita mengarah ke pemakaian yang single use atau sekali pakai," ungkap Arief.
Baca juga: Perludem Desak Pilkada Diundur hingga 2021
Sebelumnya, KPU telah berencana kembali melanjutkan tahapan Pilkada 2020 pada 6 Juni mendatang.
Hal ini terungkap dalam uji materi Peraturan KPU (PKPU) Tahapan, Program dan Jadeal Pilkada 2020 yang digelar secara daring oleh KPU, Sabtu (16/5/2020) lalu.
Menurut KPU, penentuan tanggal ini dilakukan berdasarkan berbagai simulasi yang disusun oleh KPU.
Selain itu, juga merujuk kepada ketentuan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo.
Baca juga: KPU Usulkan Penyediaan Alat Coblos Kertas Suara Sekali Pakai
Arief Budiman sebelumnya mengatakan, dalam pelaksanaan tahapan Pilkada serentak di tengah pandemi ini, KPU provinsi membutuhkan penambahan anggaran, karena terdapat kebutuhan baru.
"Penambahan bilik suara termasuk memperluas TPS menjadi 10x11 atau 8x13 dari semula 8x10, konsekuensinya akan terjadi penambahan anggaran logistik," ujarnya.
Menurut Arief, dari hasil rapat KPU pusat dengan KPU provinsi, hampir semua KPU provinsi mengalami kesulitan untuk meminta penambahan anggaran kepada pemerintah daerah.
"Hampir semuanya rasa-rasanya sulit untuk meminta tambahan anggaran ke pemerintah daerah, saya enggak tahu mungkin ada kebijakan khusus dari pemerintah dan DPR yang bisa mendorong poin pertama ini," ucapnya.
Baca juga: KPU Prediksi Biaya Pilkada 2020 Meningkat jika Digelar di Masa Pandemi