JAKARTA, KOMPAS. com - Direktur Eksekutif Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Kemitraan), Laode M Syarif, mengkhatirkan penurunan kualitas pemilihan kepala daerah (pilkada) jika benar-benar dilaksanakan pada Desember 2020 sebagaimana kesepakatan DPR dan pemerintah.
Menurut Laode, risiko kesehatan penyelenggara dan peserta pemilu juga patut diperhatikan mengingat situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air saat ini.
"Satu adalah kualitas pemilu, kedua conflict of interest, tiga segi keselamatan," ujar Laode dalam diskusi secara daring (dalam jaringan) bertopik Pilkada 2020 Bertaruh Nyawa, Kamis (28/5/2020).
Mantan wakil ketua KPK itu juga menyoal terjadinya konflik kepentingan para calon petahana (incumbent) di pilkada itu.
Baca juga: Pilkada Saat Pandemi: Anggaran Membengkak dan Harus Sesuai Protokol Kesehatan
Laode mengatakan, banyak kasus bantuan Covid-19 di daerah-daerah menjadi medium kampanye calon petahana.
"Bupati Klaten hanya salah satu contoh misalnya, banyak bantuan datang dibungkus dengan nama incumbent. Itu sebenarnya bukan lagi wacana, tapi itu kampanye sudah terjadi dengan dana bantuan Covid-19 yang sedang berjalan," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, mendorong agar pemerintah menunda penyelenggaraan pilkada hingga 2021.
Menurut Khoirunisa, pelaksanaan pilkada di akhir tahun ini memiliki risiko kesehatan yang tinggi.
"Ini seolah kita tidak punya pilihan untuk melaksanakan pilkada selain Desember. Kami sudah mengeluarkan petisi online agar pilkada ditunda 2021. Karena rasanya enggak mungkin, risikonya terlalu besar melaksanakan pilkada di Desember 2020," kata Khoirunisa.
Dia mengatakan, banyak potensi persoalan yang mesti jadi perhatian pemerintah ketika merencanakan penyelenggaraan pilkada pada Desember 2020.
Misalnya, pelaksanaan proses verifikasi faktual terhadap calon kepala daerah dan pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih.
"Kalau kita bicara pemilu kan tidak hanya hari-H. Di Indonesia tahapan pemilu itu panjang dan kompleks. Secara undang-undang membuat orang berkumpul. Apalagi berdasarkan rapat kemarin tahapan dimulai 15 Juni," ucap dia.
"Jangan sampai pilkada hanya menggugurkan kewajiban lima tahunan," kata Khoirunisa.
Pemerintah dan DPR sepakat menunda pilkada serentak 2020 dari yang semula dijadwalkan 23 September menjadi 9 Desember 2020.
Dalam rapat dengan Komisi II DPR pada Rabu kemarin, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mendukung pelaksanaan pilkada digelar pada 9 Desember 2020.
Baca juga: Masyarakat Galang Petisi Penundaan Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19
Hal tersebut merujuk pada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada yang diteken Presiden Joko Widodo pada 4 Mei lalu.
Namun, kata Tito, Menteri Kesehatan Terawan dan Gugus Tugas Covid-19 mengingatkan pelaksanaan Pilkada 2020 dengan memperhatikan protokol kesehatan Covid-19.
"Kami sudah komunikasikan dengan Kemenkes dan Gugus Tugas, prinsipnya mereka lihat (Covid-19) belum selesai 2021, mereka dukung (pilkada) 9 Desember. Namun, protokol kesehatan dipatuhi disusun dengan mengikutsertakan mereka," kata Tito.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.