JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai bahwa proses penyelenggaraan pilkada di tengah situasi pandemi lebih rawan membuka ruang korupsi.
Feri mengatakan, dalam situasi normal saja, pengawasan terhadap praktik korupsi dalam pilkada bisa dibilang sulit, apalagi di situasi wabah Covid-19 seperti sekarang ini.
"Di saat normal saja sulit mengawasinya, sekarang di saat tidak normal atau abnormal ini jangan-jangan proses kecurangan pemilu, korupsi, termasuk pengadaan barang dan jasa itu akan lebih leluasa," kata Feri dalam sebuah diskusi yang digelar secara daring, Rabu (27/5/2020).
Menurut Feri, banyak ruang dalam proses pilkada yang berpotensi menjadi ruang korupsi.
Baca juga: Covid-19 Masih Mewabah, Pemerintah dan DPR Didesak Tunda Pilkada hingga 2021
Misalnya, ada pihak yang mencoba memperoleh keuntungan pribadi dari pengadaan logistik atau barang dan jasa pilkada.
Belum lagi, terbuka kemungkinan terjadinya kecurangan pihak tertentu yang hendak memenangkan salah satu kandidat peserta.
Praktik-praktik itu sangat mungkin terjadi karena minimnya pengawasan.
"Ruang-ruang terjadinya fraud dalam penyelenggaraan terutama untuk memenangkan dirinya atau kelompok tertentu dalam pilkada akan menjadi sangat rentan, sangat miskin pengawasan," ujar Feri.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi II Ragu Pilkada Dapat Digelar Desember
Selain rawannya praktik korupsi, lanjut Feri, pilkada yang digelar di tengah pandemi juga bakal menjadi ancaman keselamatan warga negara.
Tanpa protokol kesehatan yang kuat, penyelenggaraan pilkada justru akan menjadi bencana bagi pemilih, peserta, bahkan penyelenggara pilkada.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan