JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat penolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengkritik langkah DPR yang meneruskan pembahasan RUU Cipta Kerja di tengah masa reses DPR.
Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai langkah DPR tersebut merupakan tindakan yang berlebihan.
"Kami melihat pembahasan Omnibus Law yang tidak penting dan tidak urgent di saat reses ini adalah tindakan politik DPR yang berlebihan," kata Hidayati kepada Kompas.com, Rabu (20/5/2020).
Hidayati pun mempertanyakan motivasi DPR mempercepat pembahasan RUU Cipta Kerja.
Baca juga: Lagi Reses, DPR Tetap Bahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Sebab, menurutnya, tugas utama DPR saat ini adalah mengawasi langkah pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Harusnya DPR dengan fungsi pengawasannya kritis terhadap permintaan pemerintah. Tapi kan Omnibus Law ini juga keinginan DPR. Jadi legislatif dan eksekutif sudah saling setuju sebenarnya, dengan tidak memedulikan aspirasi masyarakat luas," kata Hidayati.
Senada dengan Hidayati, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz juga mencurigai kengototan DPR dan Pemerintah membahas RUU Cipta Kerja.
Menurut Donal, RUU tersebut sarat dengan kepentingan elit dan kelompok usaha tanpa mencerminkan kepentingan masyarakat luas.
Baca juga: YLBHI Khawatir Nasib Omnibus Law Cipta Kerja Serupa RUU Minerba
"Patut dicurigai ada potensi korupsi dalam pembahasannya karena sudah keluar dari proses yang normal dan jauh dari partisipasi masyarakat," kata Donal.
Donal menambahkan, alasan DPR tetap membahas RUU Cipta Kerja untuk menyelesaikan RUU tersebut dalam 100 hari sesuai permintaan Presiden Joko Widodo juga tidak masuk akal.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.