JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam beberapa waktu terakhir, tagar #TerserahIndonesia menjadi trending alias yang terpopuler di laman sosial media Twitter.
Sejumlah pemilik akun sosial media tersebut terlihat membagikan foto kerumunan masyarakat yang tetap beraktivitas di sejumlah pusat perbelanjaan modern.
Salah satu foto dibagikan oleh pemilik akun @alphifh_. Foto tersebut menunjukkan gambar kerumunan orang tampak mengantre untuk membayar barang belanjaan di depan kasir sebuah pusat perbelanjaan.
Meski mayoritas masyarakat terlihat mengenakan masker, namun tidak ada satu pun dari mereka yang terlihat menjaga jarak atau physical distancing antara satu dengan yang lain.
"No caption needed. Just #TerserahIndonesia. PSBB? #TerserahIndonesia. Social distancing? #TerserahIndonesia," tulis @alphifh_, Selasa (19/5/2020).
Baca juga: Tagar Indonesia Terserah Digaungkan, Ini Suara Hati Dokter di Tengah PSBB yang Melonggar...
Ada juga unggahan yang memperlihatkan kerumunan orang yang akan masuk ke dalam pusat perbelanjaan.
Orang yang mengunggah di Twitter itu menyebutkan bahwa lokasi berada di Ciledug, Tangerang, Banten.
Ciledug mall dibuka.... Kamseupay.... pic.twitter.com/L4hOQv8DaG
— Don Juan (@mbelgedez) May 18, 2020
Munculnya tagar #TerserahIndonesia awalnya disuarakan oleh para tenaga medis yang merasa prihatin dan kekecewaan atas masih banyaknya kerumunan, yang berpotensi meningkatkan tingkat penularan Covid-19.
Kini, tagar #TerserahIndonesia kerap dianggap kritik keras terhadap kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang dinilai cenderung membiarkan kerumunan.
Seperti diketahui, pemerintah saat ini masih menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna menekan pertumbuhan kasus Covid-19.
Salah satu poin penting dalam kebijakan tersebut adalah pentingnya penerapan social distancing atau physical distancing.
Selain itu, ada juga kewajiban penggunaan masker guna meminimalisasi penularan virus corona melalui media percikan cairan dari mulut seseorang atau droplet.
Kendati kebijakan tersebut masih diterapkan, faktanya tidak sedikit masyarakat yang melanggar. Meskipun pada saat yang sama kasus penularan Covid-19 di Indonesia masih tetap tinggi.
Baca juga: Jokowi Ajak Damai Covid-19, Kalla: Virusnya Enggak Mau, Bagaimana?
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, hingga Senin (18/5/2020), jumlah kasus Covid-19 yang terkonfirmasi positif sebanyak 18.010, setelah bertambah 496 kasus baru.
Dari jumlah tersebut, 4.324 orang telah dinyatakan sembuh dan 1.191 orang dinyatakan meninggal dunia. Sehingga,
saat ini masih terdapat 12.495 orang yang masih menjalani perawatan.
Baca juga: UPDATE 18 Mei: Ada 18.010 Kasus Covid-19 di Indonesia, Bertambah 496
Presiden Joko Widodo, misalnya, yang meminta seluruh masyarakat untuk berdamai dengan virus corona, dan tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan.
"Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, dalam video yang diunggah Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden pada 7 Mei lalu.
Baca juga: Jokowi: Kita Harus Hidup Berdamai dengan Covid-19 sampai Vaksin Ditemukan
Juru bicara pemerintah untuk penanganan corona, Achmad Yurianto menegaskan, secara konteks, berdamai dengan Covid-19 bukan berarti pemerintah menyerah dalam penanganan penyakit ini.
Namun, pemerintah meminta masyarakat dapat beradaptasi dengan pola hidup normal yang baru atau new normal dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat.
"Berdamai bukan menyerah, tapi kita harus beradaptasi untuk mengubah pola hidup kita dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat, benar, disiplin," kata Yuri dalam konferensi pers dari Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (16/5/2020).
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kata Yuri, penyakit Covid-19 tidak akan hilang dalam sekejap, sekalipun vaksin telah ditemukan.
Baca juga: Pemerintah: Berdamai Bukan Menyerah, tapi Beradaptasi dengan Pola Hidup Baru
Hanya, status pandemi global yang selama ini disandang akibat wabah ini akan turun menjadi endemi.
Namun, yang jadi persoalan, untuk dapat beralih ke fase normal baru, WHO sendiri telah menetapkan enam panduan yang secara keseluruhan menitikberatkan pada tanggung jawab penuh pemerintah, alih-alih hanya sekedar meningkatkan kesadaran masyarakat.
Pertama, negara tersebut harus memiliki bukti bahwa penularan Covid-19 dapat dikendalikan.
Kedua, kapasitas sistem layanan kesehatan termasuk rumah sakit dipastikan sanggup mendeteksi, mengisolasi, memeriksa, dan melacak serta mengarantina orang-orang yang kemungkinan berhubungan dengan pasien Covid-19.
Baca juga: Rumah Sakit Waspada Lonjakan Pasien Covid-19 Setelah Lebaran
Ketiga, risiko merebaknya wabah sanggup ditekan di lingkungan yang berisiko tinggi, seperti rumah-rumah para lansia hingga tempat-tempat berkerumun.
Keempat, sistem pencegahan di tempat-tempat kerja dapat diukur secara pasti, melalui physical distancing, ketersediaan fasilitas cuci tangan, dan etika batuk/bersin.
Kelima, risiko penularan kasus impor dapat ditangani.
Kelima, komunitas-komunitas/warga bisa "bersuara" soal pandemi dan dilibatkan dalam transisi menuju new normal.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
Dilansir dari endcoronavirus.org pada 11 Mei lalu, Indonesia masih masuk ke dalam kategori negara yang memerlukan banyak aksi nyata untuk mengendalikan virus ini.
Hal itu terlihat dari pergerakkan kurva pertumbuhan kasus yang terus menanjak. Sekalipun terlihat ada sedikit penurunan, namun secara garis besar terdapat tren kenaikan yang cukup signifikan.
Baca juga: Pakar Epidemiologi: Era Normal Baru kalau PSBB Sudah Dilonggarkan
Bersama Indonesia, terdapat Filipina dan Singapura dari Asia Tenggara yang juga masuk kategori serupa.
Selain itu, ada pula India, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat yang juga berada di tempat yang sama.
Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, menerapkan era normal baru di tengah pertumbuhan kasus baru yang masih tinggi berpotensi menyebabkan terjadinya gelombang peningkatan kasus yang lebih dahsyat.
"Ya siap-siap saja. Siap-siap saja akan menghadapi gelombang kedua yang lebih berat," ujar Pandu Riono saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/5/2020).
"Mau ada bencana yang lebih hebat? ya sudah, silakan (lakukan new normal)," kata dia.
Baca juga: Era Normal Baru Saat Covid-19 Masih Tinggi? Ini Peringatan Epidemiolog
Menurut dia, new normal baru bisa dilakukan bila pemerintah telah melonggarkan PSBB. Namun, pelonggaran PSBB seharusnya baru bisa dilaksanakan setelah terjadi penurunan kasus yang cukup signifikan.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bila new normal akan diterapkan. Mulai dari jumlah tes dan contact tracing yang bertambah, jumlah orang yang semakin sadar untuk beraktivitas di rumah saja bertambah, aktivitas cuci tangan bertambah, serta penggunaan masker bertambah.
Kemudian, indikasi lain adalah berkurangnya jumlah kasus dan kematian yang diduga akibat Covid-19 dalam kurun waktu paling sedikit 14 hari.
Baca juga: Ahli Epidemiologi Khawatirkan Penyebaran Covid-19 di Luar Pulau Jawa
"Seharusnya tuh di mana-mana kalau ada kriteria pelonggaran, pelonggaran itu mulai kapan indikatornya terpenuhi. Kalau indikatornya terpenuhi, nanti baru ada pelonggaran tahap pertama, tahap kedua, tahap ketiga," ujar Pandu.
Oleh karena itu, tak heran bila kemudian banyak tenaga medis yang mengeluh. Sebab, berdasarkan data Perhimpunan Perawat Nasional Indonesia, tak kurang dari 20 perawat pasien Covid-19 yang telah meninggal dunia saat ini.
Baca juga: Singgung Tenaga Medis Meninggal, Jokowi Imbau Masyarakat Tetap Disiplin
Selain itu, terdapat 59 perawat yang dinyatakan positif Covid-19 dan 68 perawat yang tengah dirawat sebagai pasien suspect Covid-19.
Meski hingga kini belum ada pelonggaran PSBB, kenyataannya sudah banyak masyarakat melanggar. Dengan mengabaikan protokol kesehatan yang ada, mereka justru terlihat menikmati berbelanja di sejumlah pusat perbelanjaan modern.
Tak heran jika unggahan pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, kerap dikutip saat netizen merasa prihatin dengan kondisi ini:
"We are fighting two pandemics: Covid-19 dan stupidity (Kita bertempur melawan dua pendemik. Covid-19 dan kebodohan)."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.We are fighting two pandemics. pic.twitter.com/yzo2Te84Mu
— Ismail Fahmi (@ismailfahmi) May 11, 2020