JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi Novel Baswedan kembali mempertanyakan pendampingan hukum yang diberikan Polri terhadap dua terdakwa penyerang Novel Baswedan.
Kedua terdakwa penyerang Novel, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, diketahui hingga kini masih berstatus anggota polisi aktif.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana mengungkapkan, Polri hanya wajib memberikan pendampingan hukum kepada anggota yang tersandung kasus ketika sedang menjalankan tugas.
"Memang aparat kepolisian itu berhak mendapatkan bantuan hukum. Polri wajib memberikan pendampingan hukum, tetapi bagi mereka yang sedang menjalankan tugas institusi," kata Arif dalam diskusi daring, Senin (18/5/2020).
Baca juga: Novel Baswedan Ungkap Sejumlah Kejanggalan dalam Sidang Kasusnya
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri.
Pasal 13 ayat (2) PP tersebut tertulis, "Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menyediakan tenaga bantuan hukum ?bagi tersangka atau terdakwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan kepentingan tugas".
Tim Advokasi pun mempertanyakan apakah tindakan kedua terdakwa terhadap Novel dapat diartikan sebagai tugas institusi Polri.
"Ini menyerang Mas Novel, apakah tugas (dari Institusi)?" ujar dia.
Lebih lanjut, Arif mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum oleh Polri.
Baca juga: Novel Baswedan: Aneh, Saksi Penting Tak Masuk dalam Berkas Perkara
"Kalau ini ternyata nanti, kalau dicek ya, itu bukan dari pribadi, dari satuan tugasnya, ini juga akan menjdi pertanyaan besar," ucap dia.
Jika menilik peraturan tersebut, tata cara permohonan pendampingan hukum tertuang dalam Pasal 6.
Pasal Pasal 6 ayat (1) Perkap itu disebutkan, permohonan untuk kepentingan institusi atau dinas diajukan oleh kepala satuan kerja yang bersangkutan.
Kemudian, untuk kepentingan anggota Polri dan Pegawai Sipil Negeri Polri yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas, diajukan oleh yang bersangkutan, keluarganya, atau kepala satuan kerja.
Baca juga: Novel Baswedan: Mata Kiri Saya Sudah Tidak Bisa Melihat
Sementara, untuk kepentingan pribadi pegawai negeri pada Polri dan keluarganya diajukan oleh yang bersangkutan atau keluarganya.
Poin terakhir mengatur tata cara permohonan pendampingan hukum bagi purnawirawan, pensiunan, hingga duda atau janda dari anggota Polri atau PNS Polri.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhan menambahkan, Polri tidak wajib memberikan pendampingan hukum bagi anggota kepolisian yang tersandung kasus hukum secara pribadi.
Ia sekaligus menanggapi pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono yang menyebut bahwa pendampingan hukum merupakan tugas Divisi Hukum Polri.
"Itu penting juga kita kritisi, itu bukan kewajiban Polri. Tapi merupakan hak dari terdakwa," ucap Kurnia dalam diskusi yang sama.
Baca juga: Nama Iwan Bule Disebut dalam Sidang Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
Tim Advokasi kemudian mempertanyakan alasan Polri menyetujui pemberian bantuan hukum tersebut.
"Pertanyaan kita sebenarnya, apa dasar dari Polri menyetujui pengajuan daripada bantuan hukum untuk dua terdakwa penyiram kasus Novel Baswedan," ungkap Kurnia.
Saat ini, pihak kuasa hukum Novel pun sudah membuat petisi agar Polri mencabut surat kuasa terhadap penasihat hukum dari Polri bagi kedua terdakwa penyerang Novel Baswedan.
Diberitakan, Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menjelaskan pendampingan hukum yang diberikan Polri terhadap dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
"(Tim Advokasi Novel mendesak) Kepala Kepolisian RI (Kapolri) menjelaskan ke publik dasar pendampingan hukum terhadap dua orang terdakwa penyiraman terhadap Novel Baswedan," kata anggota Tim Advokasi Novel, Kurnia Ramadhana, dalam siaran pers, Minggu (11/5/2020) malam.
Baca juga: 9 Kejanggalan dalam Sidang Kasus Penyerangan Novel Baswedan Menurut Tim Advokasi
Tim Advokasi juga mendesak Kapolri untuk menarik para pengacara dari Polri yang membela kedua terdakwa.
Kurnia mengatakan, pendampingan yang diberikan Polri itu dinilai janggal. Sebab, kejahatan yang disangkakan kepada Ronny dan Rahmat sebetulnya telah mencoreng institusi Polri serta bertentangan dengan tugas dan kewajiban polisi.
Di samping itu, pembelaan oleh institusi kepolisian dinilai akan menghambat proses hukum untuk membongkar kasus ini yang diduga melibatkan anggota dn petinggi kepolisian.
"Terdapat konflik kepentingan yang nyata yang akan menutup peluang membongkar kasus ini secara terang benderang dan menangkap pelaku sebenarnya, bukan hanya pelaku lapangan namun juga otak pelaku kejahatan," kata Kurnia.
Ia sekaligus memastikan bahwa kedua terdakwa penyerang Novel, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, masih berstatus anggota polisi aktif.
“Tugas Divkum mendampingi anggotanya,” kata Argo ketika dihubungi, Kamis (14/5/2020).
Baca juga: Ini Alasan Polri Beri Pendampingan Hukum ke 2 Terdakwa Penyerang Novel
Kemudian, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes (Pol) Ahmad Ramadhan menambahkan, pendampingan hukum tersebut sudah sesuai aturan internal Polri.
Aturan internal yang dimaksud adalah Peraturan Kapolri Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum oleh Polri.
"Pendampingan penasehat hukum Polri terhadap tersangka dalam kasus Novel Baswedan adalah hal yang wajar guna pemenuhan hak setiap anggota Polri sesuai aturan internal yang ada," kata Ramadhan melalui telekonferensi, Kamis (14/5/2020).
Lebih lanjut, Polri mempersilakan pihak yang keberatan terkait bantuan hukum tersebut untuk mengajukannya kepada pimpinan sidang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.