JAKARTA, KOMPAS.com - Bulan Mei 1998, Gedung DPR/MPR RI menjadi episentrum gerakan mahasiswa yang menutut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya setelah tujuh kali dipilih MPR.
Pemberitaan Harian Kompas pada Rabu (20/5/1998) silam menggambarkan betapa ramainya suasana Kompleks Parlemen tatkala diserbu puluhan ribu mahasiswa itu sejak Selasa, sehari sebelumnya.
Mahasiswa yang jumlahnya mencapai 30.000 orang itu menempati sudut-sudut Gedung DPR/MPR, mulai dari pelataran, taman-taman, lorong-lorong maupun ruangan lobi hingga memanjat ke kubah Gedung Kura-kura yang menjadi ikon Kompleks Parlemen.
Kompas menulis, mahasiswa mulai berkumpul di Gedung DPR/MPR sejak pagi hari menggunakan bus-bus sewaan maupun bus resmi universitas masing-masing.
Baca juga: Saat Parlemen Minta Soeharto Mundur...
Beberapa di antaranya ada yang menggunakan ojek dan turun di dalam Komplek Parlemen. Imbas penjagaan yang longgar.
Penjagaan yang longgar itu pula yang membuat mahasiswa dapat mendaki kubah Gedung Kura-kura dan memasang spanduk panjang berisi permintaan agar Soeharto segera mundur.
Sebagai episentrum gerakan mahasiswa, Kompleks Parlemen yang biasa dihuni para wakil rakyat berjas dan berdasi saat itu berubah selayaknya pasar malam.
Corong mikrofon yang biasa digunakan untuk memanggil mobil diambil alih oleh mahasiswa.
Lewat corong tersebut, berbagai informasi, pernyataan sikap dan ajakan untuk mengumandangkan lagu-lagu perjuangan terus disuarakan. Bahkan meski hari sudah gelap.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Harmoko Minta Soeharto Mundur dan Mahasiswa Duduki Parlemen
Selain mahasiswa, sejumlah tokoh antara lain Hariman Siregar, Guruh Soekarnoputra dan Ali Sadikin turut hadir berbaur di tengah kerumunan mahasiswa
Ratusan aktivis, wartawan dari dalam dan luar negeri serta pihak-pihak kedutaan asing juga tak ketinggalan hadir di sana.
"Semuanya seperti ingin menjadi saksi dari peristiwa yang mungkin hanya terjadi sekali ini dalam 32 tahun," tulis Kompas.
Kerumunan mahasiswa yang menduduki Komplek Parlemen tersebut ternyata membuat rasa percaya diri para anggota DPR menyusut.
Para anggota dewan yang biasanya keluar-masuk gedung dengan gagah sambil menunjukkan tanda dan atribut keanggotaan dewan pun harus 'menyamar' agar tak terlihat sebagai anggota dewan.
Baca juga: Cerita Prabowo Saat Sarankan Soeharto Mundur dari Jabatan Presiden
Pada sore itu, mahasiswa pun sempat mengunci para anggota dewan supaya tidak bisa keluar dari Komplek Parlemen.
Sebab, mahasiswa tidak puas dengan hasil rapat fraksi-fraksi dan akhirnya menyerukan lewat pengeras suara agar semua pintu gerbang diblokir dan tidak membiarkan satu anggota dewan pun lolos keluar.
Beberapa mobil yang ditumpangi anggota dewan mencoba keluar lewat gerbang belakang. Namun, beberapa mahasiswa sudah menunggu di sana yang meminta mobil dan penumpangnya kembali masuk ke Kompleks Parlemen.
"Reformasi belum selesai Pak, jangan pulang dulu," kata mahasiswa.
Sebuah mobil yang ditumpangi seorang anggota dewan tampak mencoba nekat melaju keluar dari Kompleks Parlemen sebelum akhirnya diminta berputar arah kembali ke dalam gedung.
Baca juga: Sehari Sebelum Soeharto Mundur, Dinamika Ring 1, dan Kegelisahan Kabinet
Mobil itu ditumpangi seorang perempuan anggota dewan yang duduk di jok belakang. Ia tampak menggunakan telepon genggam dan di pangkuannya terdapat beberapa makalah yang dibacanya.
"Aduuuh, tante..." ucap seorang mahasiswa mengomentari anggota dewan di dalam mobil itu.
Kendati disesaki puluhan ribu mahasiswa, kondisi di Kompleks Parlemen tetap kondusif dan jauh dari aksi-aksi anarkis.
Beberapa mahasiswa terlihat tidur-tiduran di rumpu dengan santai sambil bertelepon.
Sedangkan yang mahasiswi tak lupa mengoleskan lipstiknya di tengah 'pendudukan' Kompleks Parlemen itu.
Baca juga: Saat Mahasiswa Kuasai DPR pada 18 Mei 1998 hingga Dukungan Harmoko...
"Mungkin hanya provokasi yang bisa mengubah massa ini menjadi amuk," tulis Kompas.
Aksi massa tersebut memang disokong oleh bantuan logistik dari masyarakat yang terus mengalir.
Pada tengah hari, ada 35.000 nasi bungkus yang disiapkan dari berbagai posko lembaga swadaya masyarakat untuk dibagikan kepada para mahasiswa melalui perwakilan kelompok mahasiswa.
Sebagian besar nasi bungkus hari itu disediakan sendiri oleh ibu-ibu yang dimasak di beberapa tempat, di antaranya di sebuah rumah di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan dan seluruh bahan bakunya berasal dari masyarakat
Di samping itu, terlihat mobil-mobil mengangkut berdus-dus air mineral dan sesekali terlihat mahasiswa memanggung karung yang tampak berisi beras.
"Soal jumlah nasi bungkus dan air mineral yang didistribusikan tidak jadi masalah. Pasokannya terus mengalir," kata Emir, mahasiswa Universitas Trisakti yang menjadi relawan untuk membagian nasi bungkus dan minuman.
Baca juga: Ruang Tamu Cendana Malam Itu, Sehari Jelang Mundurnya Soeharto...
Selain pasokan logistik, dukungan kesehatan juga mengalir ke Kompleks Parlemen saat itu.
Seratus orang lebih mahasiswa Fakultas Kedokteran UI beserta 30 dokter tersebar di seluruh penjuru halaman Gedung DPR/MPR dengan membawa 15 mobil ambulans.
Aksi massa di Kompleks Parlemen akhirnya berakhir setelah Presiden Soeharto memenuhi tuntutan para mahasiswa yakni mundur dari jabatannya.
Hingga kini pun, setelah 22 tahun Reformasi, belum ada aksi massa yang mampu 'menyulap' Kompleks Parlemen menjadi pasar malam seperti yang terjadi Mei 1998 lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.