JAKARTA, KOMPAS.com – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai, pemerintah berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) jika melakukan relaksasi atau pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat kasus Covid-19 masih tinggi.
"Dalam kacamata hukum perbuatan semacam ini adalah bukti adanya pelanggaran HAM by commission," ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (18/5/2020).
Isnur menuding rencana tersebut diambil tidak didasarkan pada data dan rasionalisasi kesehatan publik.
"Kebijakan untuk masalah kedaruratan kesehatan masyarakat tanpa data kesehatan masyarakat sebagai pertimbangan utama adalah wujud kegagalan pemerintah melindungi warga," kata Isnur.
Baca juga: Jokowi: Saya Tegaskan, Belum Ada Pelonggaran PSBB
Dia mengatakan, pemerintah harus bertanggung jawab atas keputusannya jika tetap melonggarkan PSBB saat kasus Covid-19 masih tinggi. Ini termasuk jika terjadi kematian akibat relaksasi tersebut.
"Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, termasuk kematian warga sebagai akibat pelonggaran kekarantinaan kesehatan ini," ucap dia.
Isnur mencurigai, untuk melancarkan kelonggaran PSBB, terlihat ada agenda setting seperti survei dan penonjolan kebijakan di negara-negara lain tentang mulai dibukanya kekarantinaan kesehatan.
Menurut Isnur, dua agenda setting tersebut mengandung sesat pikir yang disengaja untuk menggiring opini dan mem-framing warga bahwa saat ini waktunya membuka kekarantinaan kesehatan.
Baca juga: Menko PMK: Tak Ada Pelonggaran PSBB, Hanya Beberapa Pengurangan
Di sisi lain, YLBHI mendesak pemerintah dapat membandingkan kebijakan negara lain yang setara atau ekuivalen.
Dia mengatakan, kebijakan-kebijakan negara lain rata-rata diambil berdasarkan kurva epidemiologi Covid-19, yaitu telah menurunnya data penularan per hari yang ditunjukkan selama 14 hari.
Kurva tersebut akan valid apabila ada tes massal yang akurat sesuai proporsi jumlah penduduk.
"Negara-negara tersebut bahkan sudah jauh lebih lama melakukan lockdown, sesuatu yang Indonesia selalu hindari dengan berbagai alasan," kata Isnur.
"Dari data yang belum diketahui validitasnya karena sangat sedikit dibandingkan jumlah penduduk saja kurva Indonesia belum menurun malahan naik terus, demikian pula dengan persentase penularan per harinya," ucap dia.
Baca juga: Doni Monardo: Jika Kurva Tak Menurun, Tak Mungkin PSBB Dilonggarkan
Diberitakan sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyebut Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan untuk membuat simulasi terkait pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB).
"Bapak Presiden telah berikan instruksi kepada Gugus Tugas untuk menyiapkan suatu simulasi agar apabila kita melakukan langkah-langkah pelonggaran (PSBB), maka tahapan-tahapannya harus jelas," kata Doni dalam video conference, Selasa (12/5/2020).
Tahapan pertama yakni prakondisi atau sosialiasi. Nantinya, pemerintah akan melibatkan akademis, epidemiolog, kesehatan masyatakat, sosiolog, serta pakar komunikasi publik untuk melakukan sebuah kajian.
Baca juga: Anies Baswedan Pastikan Tidak Ada Pelonggaran PSBB di DKI Jakarta
Kedua, yaitu kapan waktu yang tepat pelonggaran PSBB diterapkan. Itu bergantung pada empat kriteria. Pertama, apabila kurva kasus corona di suatu daerah sudah melandai.
"Kalau daerah belum menunjukkan kurva menurun apalagi kurva melandai, maka tidak mungkin daerah itu diberikan kesempatan untuk lakukan pelonggaran," ujarnya.
Kedua, keputusan soal pelonggaran PSBB juga tergantung dengan kesiapan masyarakat. Apabila masyarakat terlihat tidak siap, maka pemerintah tak akan melonggarkan PSBB.
"Timing ini juga bisa kita lihat dari tingkat kepatuhan masyarakat di setiap daerah yang akan dilakukan pelonggaran. Manakala tingkat kepatuhan kecil, tentu kita tidak boleh ambil risiko," ucap Doni.
Kriteria ketiga adalah prioritas daerah mana dan bidang apa saja yang diberikan pelonggaran. Sementara kriteria terakhir yaitu terkait koordinasi pemerintah pusat dan daerah.
"Ini penting sekali. Jangan sampai nanti diberikan pelonggaran ternyata ada penolakan. Demikian juga mungkin dari daerah memutuskan untuk minta pelonggaran atas inisiatif sendiri, ternyata pusat melihat belum waktunya," ucap Doni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.