Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Parlemen Minta Soeharto Mundur...

Kompas.com - 18/05/2020, 08:38 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Melalui pidato singkat pada tanggal 21 Mei, 22 tahun lalu, Presiden RI ke-2 Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta.

Mundurnya Soeharto saat itu disebut tidak terlalu mengejutkan. Sebab, beberapa hari sebelum itu, sejumlah pihak secara tegas mulai meminta Soeharto untuk mundur.

Salah satunya, pernyataan dari Ketua DPR/MPR Harmoko usai Rapat Pimpinan DPR pada 18 Mei 1998.

Dilansir dari Harian Kompas edisi 19 Mei 1998, Harmoko menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana.

Harapan disampaikan Harmoko ketika memberikan keterangan pers mulai pukul 15.20 WIB dan hanya berlangsung selama lima menit.

Baca juga: Cerita Prabowo Saat Sarankan Soeharto Mundur dari Jabatan Presiden

Saat membacakan satu halaman keterangan persnya itu, Harmoko didampingi seluruh Wakil Ketua DPR/MPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Abdul Gafur, Fatimah Achmad dan Syarwan Hamid.

Berikut keterangan pers yang dikutip selengkapnya:

Pimpinan Dewan dalam rapatnya hari ini (Senin 18/5 - Red) telah mempelajari dengan cermat dan sungguh-sungguh perkembangan dan situasi nasional yang sangat cepat yang menyangkut aspirasi masyarakat tentang reformasi, termasuk Sidang Umum MPR dan pengunduran diri Presiden.

Untuk pembahasan masalah tersebut, besok tanggal 19 Mei 1998 (hari ini - Red) Pimpinan Dewan akan melaksanakan pertemuan dengan Pimpinan fraksi-fraksi. Hasilnya akan disampaikan kepada Presiden Soeharto.

Mekanisme tersebut ditempuh sesuai dengan peraturan Tata Tertib Dewan, karena dalam mengambil keputusan Pimpinan Dewan harus bersama- sama Pimpinan Fraksi-fraksi."

Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, Pimpinan Dewan baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri.

Baca juga: Sehari Sebelum Soeharto Mundur, Dinamika Ring 1, dan Kegelisahan Kabinet

Pimpinan Dewan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mewujudkan keamanan ketertiban supaya segala sesuatunya dapat berjalan secara konstitusional.

Usai menyampaikan keterangan persnya, Harmoko dengan ekspresi wajah tanpa senyum, bergegas meninggalkan ruangan tanpa bersedia diwawancara lagi.

Harmoko diikuti para wakilnya, kecuali langkah Syarwan Hamid yang terhenti karena diwawancarai puluhan mahasiswa.

Dinamika Fraksi-fraksi

Usai keterangan pers yang disampaikan Harmoko, tidak satu pun pernyataan yang keluar dari Rapat pleno Fraksi Karya Pembangunan (F-KP) yang semalam berakhir pukul 00.45 WIB Selasa, (berlangsung sejak Senin pukul 19.30 WIB).

Ilustrasi Gedung DPRShutterstock.com Ilustrasi Gedung DPR
Tidak satupun pimpinan F-KP yang bersedia memberikan keterangan kepada wartawan.

Baca juga: Ruang Tamu Cendana Malam Itu, Sehari Jelang Mundurnya Soeharto...

Ketika didesak, pimpinan F-KP menyatakan, semuanya diserahkan kepada Sekjen DPP Golkar Ary Mardjono.

Menyinggung tentang pernyataan Harmoko saat membacakan hasil Rapim DPR, sebagai Ketua DPR, Ary menyatakan, pernyataan itu bukan pendapat F-KP maupun DPP Golkar.

Itu sesuai dengan prosedur. Hasil rapat ini akan tercermin pada rapat pleno fraksi DPR hari ini.

Soal setuju atau tidaknya terhadap pernyataan pimpinan Dewan yang meminta Soeharto mundur, Ary Mardjono mengatakan, "Sikap DPP Golkar kita serahkan pada rapat besok (hari ini -Red) bersama-sama fraksi lain. Itu jangan diartikan DPP Golkar belum memiliki sikap."

Sementara itu, para anggota Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) Senin malam mendapat penjelasan tentang kesepakatan pimpinan DPR terhadap Presiden Soeharto.

Baca juga: Kisah Fahri Hamzah tentang Gerakan Reformasi dan Mundurnya Soeharto

Wakil Ketua DPR dari F-PP, Ismail Hasan Metareum, dalam rapat pimpinan DPR tersebut membawa mandat dari DPP.

Seluruh anggota F-PP tetap bulat terhadap kesepakatan pimpinan DPR itu.

Demikian Ketua F-PP Hamzah Haz menjawab wartawan seusai rapat fraksi di Kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro Nomor 56, Jakarta Pusat.

Rapat fraksi yang berlangsung sekitar dua setengah jam itu dihadiri Ketua Umum DPP PPP Ismail Hasan Metareum, dilanjutkan dengan rapat DPP.

"Kesepakatan ini yang akan kita bawa dalam rapat pimpinan Dewan dengan pimpinan fraksi besok pagi (Selasa ini -Red) jam sembilan," kata Hamzah.

Ditanya pendapat F-PP tentang keterangan Menhankam/ Pangab Jenderal TNI Wiranto bahwa sikap pimpinan DPR itu sikap individual, Hamzah menjawab bahwa bagaimanapun yang namanya pimpinan dewan itu adalah fungsionaris dari masing-masing orsospol (organisasi sosial politik).

Baca juga: Cerita di Balik Mundurnya Soeharto

Mereka adalah fungsionaris dari DPP masing-masing, jadi tampilnya Ismail Hasan Metareum sebagai anggota pimpinan DPR itu tidak membawa unsur pribadi, melainkan sebagai fungsionaris partai.

Anggota Dewan Pembina PPP Hamzah Haz (kanan) bersama Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PDIP, Puan Maharani menjawab pertanyaan wartawan di kediaman Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2014).TRIBUNNEWS/HERUDIN Anggota Dewan Pembina PPP Hamzah Haz (kanan) bersama Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PDIP, Puan Maharani menjawab pertanyaan wartawan di kediaman Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2014).
Bagi F-PP, sikap itu bukan individual tetapi sikap partai.

Hamzah Haz menandaskan, sikap pimpinan DPR itu memang bukan sikap DPR, karena sikap Dewan harus melalui rapat paripurna.

Yang terjadi adalah inisiatif pimpinan dewan dalam rangka mengakomodir dan memberikan respons terhadap tuntutan masyarakat.

Berdasarkan pengamatan, kalau hal ini tidak segera ditanggapi, akan berakibat makin banyak jatuhnya korban.

Baca juga: Amien Rais: Pak Harto Bukan Pemimpin yang Menggilas Rakyatnya Sendiri

Selama Orde Baru, belum pernah terjadi jatuh korban jiwa sampai lebih dari 500 jiwa.

Selain itu, kehidupan ekonomi belum menunjukkan tanda-tanda membaik, sehingga memungkinkan timbulnya gejolak sosial. Apapun yang dilakukan pemerintah dalam bidang ekonomi dan moneter, tampaknya tidak direspons oleh pasar dan masyarakat. Jadi ini merupakan warning (peringatan).

"Apa yang dilakukan pimpinan Dewan adalah menyarankan kepada Pak Harto untuk mengundurkan diri. Suatu imbauan. Nanti bagaimana Pak Harto menjawab, kan begitu. DPP sudah mengadakan rapat dan keputusannya seperti itu. Itu yang dibawa Buya (panggilan akrab Ismail Hasan Metareum - Red) sebagai seorang fungsionaris, sebagai anggota pimpinan Dewan," demikan Ketua F-PP.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI) Budi Hardjono mengatakan, setelah menerima masukan dari berbagai kelompok masyarakat, mahasiswa, perguruan tinggi, cendekiawan, fraksinya mengambil kesepakatan demi kepentingan bangsa dan negara agar tidak memberi beban berat kepada Soeharto.

Baca juga: Karakteristik Demokrasi Periode Orde Baru

"Kami minta pertimbangan Pak Harto untuk mundur atau lengser keprabon dengan penuh hormat, dan dilakukan melalui prosedur konstitusional," kata Budi.

Namun, PDI tetap memegang prinsip mikul duwur mendem jero. Artinya PDI tetap menaruh hormat, karena Pak Harto telah mempunyai jasa besar terhadap bangsa dan negara.

Suksesi kepemimpinan, lanjut Budi, harus dilakukan secara konstitusional dengan tetap menjaga ketenteraman dalam masyarakat dan stabilitas nasional.

Sementara, Ketua F-KP Irsyad Sudiro saat menerima delegasi IPB, Senin pagi, telah memberi sinyal adanya keinginan F-KP untuk mengadakan Sidang Istimewa MPR.

"Kami akan rapat membahas tentang ketentuan UUD 45 dan Tap MPR yang berkaitan dengan pertanggungjawaban Presiden dan Sidang Istimewa MPR. F-KP akan mendesakkan hal ini pada DPP Golkar," kata dia.

Sementara itu, 20 anggota Fraksi Karya Pembangunan (F-KP) mendesak agar pimpinan DPR segera mengambil langkah mempersiapkan Sidang Istimewa MPR untuk mempersoalkan kepemimpinan nasional.

Baca juga: Patahnya Palu dan Firasat Harmoko Ihwal Kejatuhan Soeharto

Ke-20 anggota itu adalah Aryadi Achmad, Usman Ermulan, M Iqbal Assegaf, Kamaruddin Mohammad, Eki Syachrudin, Yanto, Priyo Budi Santoso, Fachri Andi Leluasa, Azhar Romli, Siti Ainomi R Lengkong, Ibrahim Ambong, Zamharir AR, Ibnu Munzir, Hajriyanto, Abu Hasan Sazili, Ferry Mursidan, Laode M Kamaludin, M Yahya Zaini, Gandjar Razuni, dan Engkoswara.

Ketua F-KP Irsyad Sudiro mengatakan, pernyataan sikap apakah F-KP akan meminta Presiden Soeharto mundur seperti halnya F-PP baru ditentukan pada 19 Mei.

"F-KP secara konstitusional akan mencermati bagaimana mekanisme lengser keprabon dan pelaksanaan Sidang Istimewa," kata dia.

Ketua Fraksi ABRI (F-ABRI) Hari Sabarno mengisyaratkan bahwa fraksinya akan segera mengambil langkah-langkah untuk memenuhi tuntutan dan aspirasi rakyat apabila hal itu jalan terbaik yang direstui Allah SWT.

"Saat ini kita memang tengah berpacu dengan waktu. Jangan sampai ada pihak yang tidak bertanggung jawab kembali membuat kerusuhan. Karena itu, semua aspirasi rakyat pasti akan ditindaklanjuti oleh dewan," kata Sabarno saat menerima presidium Gerakan Reformasi Nasional, di Gedung MPR/DPR Jakarta, 19 Mei1998.

Baca juga: Saat Mahasiswa Kuasai DPR pada 18 Mei 1998 hingga Dukungan Harmoko...

Menurut Sabarno, Dewan perlu mempertimbangkan semua tuntutan rakyat itu agar reformasi berlangsung damai, konstitusional dan sesegera mungkin serta berdasarkan hukum yang berlaku yang dapat diterima oleh tata krama dan norma kehidupan bangsa.

"Tetapi jangan paksa saya menjawab kapan akan dilaksanakan itu (Sidang Istimewa - Red). Yang jelas para wakil rakyat di DPR memperhatikan aspirasi yang berkembang," kata dia.

Demonstrasi Mahasiswa di DPR/MPR

Sebelum pernyataan Harmoko, sejumlah demonstrasi mahasiswa yang menolak kepemimpinan Presiden Soeharto semakin membesar pada 1998.

Gerakan ini sendiri semakin berani saat mahasiswa menolak terpilihnya Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Ribuan mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR saat unjuk rasa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, Mei 1998.MAJALAH D&R/RULLY KESUMA Ribuan mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR saat unjuk rasa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, Mei 1998.
Kondisi ekonomi yang memburuk membuat mahasiswa mulai berdemonstrasi di luar kampus.

Namun, demonstrasi mahasiswa kemudian berubah menjadi tragedi pada 12 Mei 1998.

Baca juga: Ribuan Demonstran Turun Jalan, Kenapa Gerakan Mahasiswa Selalu Terdepan?

Saat itu, aparat keamanan bertindak represif dalam menangani demonstrasi mahasiswa di kampus Universitas Trisakti.

Penembakan dan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan mengakibatkan empat mahasiswa Trisakti tewas.

Selain itu, 681 orang juga menjadi korban luka dalam Tragedi Trisakti.

Tidak hanya itu, kerusuhan bernuansa rasial yang terjadi setelah Tragedi Trisakti, pada 13-15 Mei 1998, seakan berusaha mengalihkan perhatian mahasiswa dalam berjuang menuntut mundurnya Soeharto sebagai penguasa Orde Baru.

Namun, gerakan mahasiswa tidak terhenti dengan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan dalam Tragedi Trisakti atau kerusuhan 13-15 Mei 1998.

Dilansir dari buku Mahasiswa dalam Pusaran Reformasi 1998, Kisah yang Tak Terungkap (2016), berbagai elemen aksi mahasiswa kemudian menyatukan gerakan.

Baca juga: Terima 390 Aduan Kekerasan saat Aksi Reformasi Dikorupsi, Tim Advokasi Lapor ke Komnas HAM

Dua kelompok mahasiswa Universitas Indonesia misalnya, Senat Mahasiswa UI dan Keluarga Besar UI, sepakat untuk bergerak bersama.

Pada 18 Mei 1998, para mahasiswa UI ini memutuskan bergerak menuju gedung parlemen untuk melebur dengan kelompok mahasiswa lain yang sejak pagi mengepung gedung DPR/MPR.

Kelompok itu antara lain Forum Kota, PMII, HMI, dan KAMMI.

Namun, kelompok pertama yang berhasil masuk ke dalam gedung DPR/MPR adalah Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ). Sekitar pukul 11.30 WIB, 50 perwakilan mahasiswa dari FKSMJ dari berbagai kampus masuk ke dalam kompleks parlemen.

Masuknya 50 perwakilan FKSMJ itu membuat kelompok mahasiswa lain melakukan negoisasi agar dapat masuk ke dalam. Sekitar pukul 13.00 WIB, mahasiswa yang berada di luar pun mulai masuk ke dalam.

Seruan Reformasi

Pada 18 Mei 1998, sebenarnya tidak hanya mahasiswa yang bergerak ke gedung DPR/MPR.
Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Reformasi Nasional juga mendatangi kompleks parlemen.

Baca juga: Gejayan dan Tugas Reformasi yang Belum Usai...

Dilansir dari arsip Harian Kompas, tokoh yang datang antara lain Subroto, YB Mangunwijaya, Ali Sadikin, Solichin GP, Rendra, dan Sri Edi Swasono.

Tidak hanya itu, para tokoh itu bahkan sempat berorasi di dalam gedung DPR. Salah satunya adalah Dimyati Hartono, yang menuntut reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum; serta tuntutan mundurnya Soeharto-Habibie.

Di tengah audiensi, perwakilan FKSMJ masuk. Mereka memanfaatkan audiensi itu untuk menuntut dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR.

Selain perwakilan UI dan FKSMJ, gedung DPR/MPR saat itu sebenarnya juga sudah didatangi perwakilan Institut Pertanian Bogor yang dipimpin Rektor IPB Soleh Salahuddin.

Mereka menemui Fraksi Karya Pembangunan (Golkar) dan Fraksi Persatuan Pembangunan. Tuntutannya pun sama, reformasi di segala bidang.

Baca juga: Detik-detik Mahasiswa Kuasai Gedung Parlemen Tuntut Reformasi...

Dalam waktu yang bersamaan, Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais juga sedang mengadakan pertemuan dengan Komisi II DPR.

Dalam pertemuan, Amien Rais menyatakan bahwa Sultan Hamengkubuwono X siap memimpin long march pada 20 Mei 1998 di Yogyakarta untuk menuntut digelarnya Sidang Umum Istimewa MPR dengan agenda penggantian kepemimpinan nasional.

Semakin besarnya tuntutan di gedung DPR/MPR pada hari itu membuat Presiden Soeharto dan Orde Baru semakin terdesak.

Dinamika politik yang ada saat itu pun tidak menguntungkan Presiden Soeharto.

Hingga kemudian, Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Agenda pertama reformasi, yaitu mundurnya Soeharto pun menuai hasil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com