JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, revisi Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan) lebih banyak membawa masalah ketimbang menawarkan solusi pemberantasan korupsi.
Dilihat dari sejumlah poin, revisi UU ini dinilai memberikan keleluasaan pada narapidana kasus korupsi. Bahkan, napi koruptor dipermudah untuk mendapat pembebasan bersyarat.
"Kita mengetahui bersama bahwa RUU (Rancangan Undang-Undang) Pemasyarakatan ini lebih banyak permasalahannya daripada menawarkan solusi yang jelas terkait dengan pemasyarakatan ataupun terkait dengan isu-isu pemberantasan korupsi," kata Kurnia dalam diskusi yang digelar secara daring, Minggu (17/5/2020).
Baca juga: Pemerintah dan DPR Sepakat Permudah Pembebasan Bersyarat Koruptor
Ada tiga hal yang menjadi catatan ICW terkait substansi revisi UU Pemasyarakatan. Pertama, terkait pemberian hak rekreasi yang tercantum dalam Pasal 7 dan Pasal 9 UU revisi.
Kurnia menilai bahwa ada ketidakjelasan pemaknaan atas konsep pemberian hak kegiatan rekreasi. Sebab, tak disebutkan dalam undang-undang apa makna dari hak rekreasi itu sendiri.
"Dan semestinya para narapidana dan para tahanan spesifiknya untuk tindak pidana korupsi tidak layak diberikan hak rekreasi seperti ini," ujar Kurnia.
Baca juga: RUU Pemasyarakatan, Syarat Pembebasan Napi Koruptor Harus Diperketat
Kedua, ketiadaan syarat khusus bagi napi korupsi mendapat remisi cuti menjelang bebas maupun pembebasan bersyarat.
Dalam undang-undang sebelum revisi, ada pasal tentang syarat narapidana untuk mendapatkan hak-hak miliknya. Syarat itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.
PP ini menyebutkan bahwa narapidana harus berkelakuan baik, sudah menjalani dua pertiga masa hukuman, hingga mau membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau menjadi justice collaborator untuk mendapatkan remisi maupun pembebasan bersyarat.
PP juga mengatur mengenai syarat pembayaran uang pengganti, hingga kewajiban Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM mendapatkan rekomendasi dari penegak hukum, baik KPK, kepolisian, atau kejaksaan.
"Tapi di RUU Pemasyarakatan tidak ada klausul tersebut," tutur Kurnia.
"PP 99 tahun 2012 ini dihapus dan dikembalikan menjadi PP 32 Tahun 1999, yang mana tidak ada persyaratan khusus bagi narapidana tindak pidana khusus, spesifiknya lagi tindak pidana korupsi. Jadi semuanya sama," lanjutnya.
Baca juga: Bahas RKUHP dan RUU Pemasyarakatan, Komisi III Akan Gelar RDPU
Catatan ketiga, ICW memandang bahwa revisi UU ini tidak dilakukan dalam momentum yang tepat.
Di saat pemangku kepentingan fokus terhadap penanganan wabah Covid-19, DPR dan pemerintah justru membahas revisi undang-undang yang banyak mendapat penolakan dari masyarakat.
Kurnia menyebut bahwa DPR sengaja tidak mengikutsertakan suara dan pandangan rakyat dalam pembahasan revisi UU ini.
Padahal, suara rakyat adalah hal utama dalam pembentukan sebuah undang-undang.
"Selain momentum tidak tepat, bertentangan dengan suara masyarakat, juga menjauhkan efek jera dari pemberantasan korupsi," kata Kurnia.
Baca juga: Komisi III Sepakat Tak Ada Pembahasan Ulang Substansi RUU Pemasyarakatan
Diberitakan sebelumnya, Komisi III DPR dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sepakat segera menyelesaikan revisi UU Pemasyarakatan dan revisi KUHP.
Kedua RUU itu, menurut mereka, harus segera diselesaikan untuk membantu memperbaiki sistem peradilan pidana dan mengurangi kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan.
Isu kelebihan kapasitas di lapas ini jadi perhatian besar, sebab berkaitan erat dengan penanganan dan pengendalian Covid-19 di lapas/rutan.
"Komisi III DPR meminta Menkumham RI untuk segera menyelesaikan RUU tentang Pemasyarakatan dan RUU tentang KUHP untuk membantu memperbaiki sistem peradilan pidana serta mengurangi kelebihan kapasitas penghuni di LP/Rutan yang sangat berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit," kata Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir membacakan kesimpulan rapat kerja, Rabu (1/4/2020).
Baca juga: Komisi III DPR dan Menkumham Sepakat Segera Selesaikan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.