JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Kode Inisiatif Ihsan Maulana menilai partisipasi masyarakat pada penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 akan sulit tercapai, sekalipun tahapan pelaksanaannya telah diputuskan untuk diundur.
Sebab, masyarakat dianggap akan lebih fokus pada pemulihan kondisi ekonomi mereka dibandingkan dengan kontestasi politik di tingkat daerah.
"Masyarakat akan melakukan perbaikan atau ada jeda dari pandemi Covid-19 menjadi kondisi yang normal. Apakah bisa tercapai bila dalam pandemi itu masih dalam kondisi bangkit ekonomi. Menurut saya tidak akan tercapai," kata Ihsan dalam sebuah diskusi virtual, Minggu (17/5/2020).
Baca juga: Pilkada Serentak 2020 Terombang-ambing Ombak Virus Corona
Ia mengingatkan, esensi pelaksanaan pilkada sesuai dengan Pasal 131 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada adalah keterlibatan publik di dalam kontestasi tersebut.
Keterlibatan ini tak hanya pada saat proses pemilihannya semata. Tetapi, dimulai dari proses pengawasan, sosialisasi, hingga pendidikan politik bagi pemilih.
"Pertanyaan besar adalah apakah esensi dari partisipasi masyarakat bisa tercapai ketika pandemi Covid ini bisa dijawab?" ucap dia.
Baca juga: Tito Karnavian Paparkan 4 Isu soal Persiapan Pilkada Serentak 2020
Menurut dia, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri, seharusnya melibatkan Kementerian Kesehatan dalam merumuskan kebijakan terkait penyelenggaraan pilkada serentak.
Pasalnya, penanganan Covid-19 menjadi tugas dari Kementerian Kesehatan.
Oleh karena itu, sudah seharusnya dalam mengambil keputusan harus berdasarkan pada kajian dan pertimbangan yang disampaikan oleh Kemenkes.
"Jika tidak, ketidakpastian dalam pilkada lanjutan akan berlanjut. Karena pertanyaannya siapa yang bisa jamin (kepastian waktu) pandemi Covid-19 (berakhir)?" ujar dia.
Ia juga menambahkan bahwa pelaksanaan pilkada serentak yang mundur juga mengakibatkan penegakkan hukum pemilu sulit ditegakkan.
Ihsan menjelaskan, panitia pengawas tingkat kecamatan (panwascam) seharusnya telah dihidupkan kembali oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebelum tahapan pertama pilkada serentak dilaksanakan pada 6 Juni mendatang.
Hal ini perlu dilakukan agar proses pengawasan sudah dapat dilaksanakan dan ditegakkan sejak awal.
"Kenapa penegakkan hukum sulit ditegakkan? Dari dua instrumen tadi yang disampaikan oleh penyelenggara pemilu dan Kemenkes bahwa pilkada serentak akan dilaksanakan pada 9 Desember, maka kemungkinan besar lembaga ad hoc pengawas pilkada dinonaktifkan juga akan besar kemungkinan akan dilakukan penundaan kembali," ujarnya.
"Sedangkan kita tahu bahwa ad hoc pengawasan pilkada memiliki masa waktu kerja yang memiliki kterbatasan dan anggaran. Artinya harus diperhitungkan terkait dengan penyelenggaraan pilkada yang akan dilanjutkan pada 9 Desember," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.