JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai, langkah pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19 tak dapat dibenarkan.
Langkah itu dipandang sebagai bukti bahwa pemerintah hanya memikirkan uang dan tak tanggap pada kesehatan rakyatnya.
"Pemerintah kita enggak sensitif. Enggak memikirkan manusia di negeri ini, mereka cuma memikirkan duit," kata Haris kepada Kompas.com, Jumat (15/5/2020).
Haris menyebut, keputusan pemerintah ini mempermainkan rakyatnya sendiri.
Baca juga: Naikkan Iuran BPJS Kesehatan Lewat Perpres Baru, Pemerintah Sebut Tindak Lanjuti Putusan MA
Sebab, pada akhir Februari lalu, Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yang mengatur tentang kenaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Namun, dua bulan berselang, muncul Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang menetapkan iuran BPJS Kesehatan kembali naik.
Dibandingkan dengan besaran kenaikkan sebelumnya, selisih kenaikan iuran saat ini hanya berkisar Rp 10.000 untuk setiap kelas. Dengan kata lain, kenaikkan iuran hampir mencapai 100 persen.
"Jadi kesannya warga kayak di-bargain dengan (iuran naik) dua bulan lagi kok bulan Juli, (nominal kenaikkan iuran) diturunin Rp 10.000 kok. Menurut saya itu enggak menunjukkan kualitas sebagai pemerintah," ujar Haris.
Padahal, kata Haris, sebagaimana bunyi Undang Undang Dasar 1945, jaminan sosial menjadi hak setiap warga negara.
Tetapi, sistem yang diciptakan pemerintah justru memonopoli fasilitas jaminan sosial itu sendiri.
Belum lagi, lanjut Haris, sistem keuangan BPJS Kesehatan masih tidak transparan.
Publik sulit untuk mengetahui bagaimana mekanisme keuangan di internal BPJS Kesehatan berjalan, sehingga menimbulkan berbagai kecurigaan.
"Pertanyaannya, mana pertanggungjawaban yang mereka pakai? Harusnya kan itu jadi keuntungan dipakai untuk bangun rumah sakit di Papua, di NTB, di Maluku Utara. Ini enggak ada, ini kita disuruh ngedanain negara ngambil duit dari kita," tutur Haris.
Alih-alih menaikkan iuran BPJS Kesehatan, Haris mendorong pemerintah untuk lebih fokus pada penanganan dampak Covid-19.
Kebijakan yang diambil pemerintah pun seharusnya berpihak pada rakyat kecil, bukannya pada investor yang mencari keuntungan semata.
"Tunjukanlah kualitas yang lebih baik. Jangan dengan cara-cara kayak begitu," kata Haris.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Baca juga: KPK: Kenaikan Iuran Tak Efektif Atasi Defisit Anggaran BPJS Kesehatan
Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.
Berikut rinciannya:
Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.
Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.
Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.
Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.