"Maka, ada fase negatifnya," katanya.
Yang paling ideal, kata Agus, adalah tes cepat berbasis RT-PCR (real time - polymerase chain reaction).
Namun kenyataannya, yang banyak dipakai saat ini adalah metode rapid test menggunakan sampel darah.
Oleh karena itu, masyarakat sejatinya memerlukan banyak informasi yang tepat. Termasuk bagaimana akurasi alat rapid test yang digunakan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melkiades Laka Lena, berpendapat kedua metode tersebut masih dapat diterapkan dalam menangani Covid-19.
Orang yang merasa memiliki indikasi Covid-19 sebaiknya menjalani rapid test.
Apabila hasilnya reaktif, imbuh Melki, orang tersebut perlu mengonfirmasi dengan menjalani PCR.
“Keduanya saling melengkapi dan dibutuhkan. Jangan saling dibenturkan,” ujar Melki.
Ia menekankan, adanya kasus alat rapid test dengan tingkat akurasi rendah memang membutuhkan evaluasi.
Meski demikian, kasus itu mestinya bukan untuk meniadakan metode rapid test. Apalagi, WHO saat ini telah merekomendasikan sejumlah rapid test kit maupun PCR.
Badan Kesehatan Dunia sudah menguji sejumlah rapid test kit yang diproduksi beberapa negara sebagaimana dilansir drugtestsinbulk.com
Dalam pengujian itu, ada tiga produk yang memiliki tingkat akurasi 80-an hingga 90-an persen.
Adapun alat rapid test dari Tiongkok dan Amerika Serikat yang telah diuji yakni InTec dengan tingkat akurasi 84,605 persen, Cellex dengan tingkat akurasi 86,555 persen, dan Healgen/Orient Gene dengan tingkat akurasi 91,665 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.