Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terdakwa Penyuap Wahyu Setiawan Tuding KPU sebagai Penyebab Praktik Suap

Kompas.com - 14/05/2020, 17:54 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa penyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, menuding KPU sebagai penyebab terjadinya praktik suap.

Praktik suap tersebut terjadi antara eks caleg PDI-P Harun Masiku dan Wahyu Setiawan.

Menurut Saeful, Wahyu yang disebut mewakili KPU meminta dana operasional Rp 1 miliar ke pihak PDI-P dalam kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR.

Baca juga: Advokat PDI-P Akui Pernah Bertemu Wahyu Setiawan Bahas Harun Masiku

"Munculnya dana operasional Rp 1 miliar tersebut atas dasar permintaan pihak KPU (atau setidak-tidaknya diwakili Bapak Wahyu) agar putusan MA dilaksanakan. Jadi, KPU-lah yang meminta, bukan kami yang memberi," kata Saeful dalam sidang pembacaan pleidoi atau pembelaan yang digelar melalui telekonferensi, Kamis (14/5/2020).

Saeful menuturkan, permintaan Rp 1 miliar tersebut membuatnya dalam posisi pelik karena partainya melarang ada dana operasional, tetapi KPU mengindikasikan ada kebutuhan dana operasional.

Saeful pun mengaku khilaf dan tak berdaya dalam menghadapi situasi tersebut hingga akhirnya menawarkan Rp 750 juta yang kemudian berubah menjadi Rp 1 miliar sesuai angka yang diminta Wahyu.

"Seandainya jika tidak ada permintaan dana operasional (secara tidak langsung) dari pihak KPU, tentunya saya tidak akan pernah memberikan dana operasional apa pun kepada pihak KPU," ujar Saeful.

Baca juga: Hasto Akui Penyuap Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Kader PDI-P

Saeful pun menilai bahwa perkara yang menjeratnya tersebut lebih tepat dinyatakan sebagai pemerasan oleh KPU kepadanya.

Sebab, ia mengklaim dirinya dan DPP PDI-P selalu konsisten menempuh langkah-langkah hukum dalam pelaksanaan putusan MA yang memberi wewenang bagi partai untuk mengajukan caleg terpilih.

"Jika KPU memang benar tidak meminta dana operasional, tawaran kami sudah pasti ditolak atau diterima begitu saja, tapi ini malah langsung dipatok Rp 1 miliar," kata Saeful.

Baca juga: Terdakwa Penyuap Wahyu Setiawan Dituntut 2,5 Tahun Penjara

Diberitakan sebelumnya, Saeful Bahri dituntut hukuman 2,5 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider enam bulan kuruangan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum KPK.

JPU KPK menilai Saeful terbukti menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR.

Uang suap diberikan eks staf Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto itu bersama eks caleg PDI-P Harun Masiku secara bertahap kepada Wahyu dan eks anggota Bawaslu RI Agustiani Tio Fridellina.

Baca juga: Harun Masiku Siapkan Rp 1,5 Miliar Suap Wahyu Setiawan, Minta Dilantik Januari 2020

Uang yang diserahkan Saeful itu terdiri dari 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura yang jumlahnya setara dengan Rp 600.000.000.

Adapun uang tersebut diberikan dengan maksud agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan penggantian antarwaktu Partai PDI Perjuangan dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan Sumatera Selatan 1 kepada Harun Masiku.

Atas perbuatannya itu, Saeful dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com