JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu menilai Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tidak teliti dalam memberikan program asimilasi dan integrasi terhadap narapidana.
Hal ini terbukti dari banyaknya warga binaan yang kembali melakukan tindak kriminal, padahal baru dibebaskan untuk mencegah penularan wabah virus corona atau Covid-19.
Masinton menyoroti kasus pembunuhan dan mutilasi yang terjadi di Medan, yang diduga dilakukan oleh napi asimilasi.
Baca juga: Hingga 10 Mei, Tercatat 95 Pelanggaran oleh Napi Asimilasi Covid-19
"Terhadap napi asimilasi yang ramai di Medan sekarang itu merupakan mutilasi, ini kan memunculkan kekhawatiran sendiri juga terhadap masyarakat," kata Masinton saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/5/2020).
"Ini menegaskan bahwa ada ketidaktelitian petugas pemasyarakatan ketika melakukan record terhadap masing-masing warga binaan," lanjutnya.
Masinton mengatakan, jumlah narapidana yang kembali melakukan tindak kriminal setelah dibebaskan lewat program asimilasi dan integrasi memang terbilang sedikit.
Dari 39.273 narapidana, 95 orang melakukan pelanggaran. Jumlah ini hanya 0,24 persen dari total yang dibebaskan.
Baca juga: Menkumham: Dari 38.882 Napi Asimilasi Hanya 0,12 Persen yang Melakukan Kejahatan Ulang
Namun, hal ini dinilai mengkhawatirkan mengingat ada warga binaan yang setelah dibebaskan justru melakukan tindak kriminal fatal.
Masinton pun mempertanyakan pemberian program asimilasi dan integrasi itu.
"Kok bisa dibebaskan orang tidak ada monitoring, tidak ada kontrol dan tidak diketahui ketika di dalam penjara itu seperti apa rekam jejaknya," ujar Masinton.
Menurut Masinton, hal ini seharusnya dijadikan bahan evaluasi oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan dalam memberikan program asimilasi dan integrasi ke depannya.
Ditjen Pemasyaralatan diminta untuk lebih teliti dan selektif memastikan narapidana yang berpotensi melakukan perbuatan kriminal kembali sehingga tidak dibebaskan.
"Memang benar-benar harus selektif, harus dipastikan bahwa warga binaan yang diberi asimilasi dan integrasi itu benar-benar bisa tidak ulangi prbuatannya," kata Masinton.
Baca juga: Kemenkumham: Asimilasi Bukan Berarti Membebaskan Napi untuk Berulah Lagi
Diketahui, pembebasan narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi diberlakukan Kementerian Hukum dan HAM sejak merebaknya pandemi Covid-19.
Program ini diterapkan dalam rangka mencegah penularan Covid-19 di penjara.
Adapun data Kemenkumham per 10 Mei 2020 mencatat, pembebasan narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi berjumlah 39.273 orang.
Rinciannya, asimilasi narapidana dan anak 37.014 orang, sedangkan integrasi narapidana dan anak 2.259 orang.
Dari angka itu, ada 95 kasus pelanggaran oleh para narapidana dan anak yang baru saja bebas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.