JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Genesis Bengkulu Uli Artha Siagian menyesalkan, Revisi Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang kembali dibahas antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Padahal, RUU ini sebelumnya sudah banyak penolakan dari sejumlah elemen masyarakat karena dinilai hanya menguntungkan kalangan pengusaha semata.
"Proses pembahasan itu (RUU Minerba) sudah jauh sebelum ini, yaitu 2019 sudah dibahas," kata Uli dalam diskusi virtual bertajuk 'Elite Batubara Mencuri Kesempatan Lewat RUU Cilaka dan RUU Minerba?', Senin (11/5/2020).
Baca juga: RUU Minerba Dinilai Bisa Jadi Sandungan Advokasi Pertambangan
Baik pemerintah maupun DPR, sebut dia, terkesan berusaha mencari celah agar pembahasan RUU ini dapat berjalan lancar.
Misalnya, dengan dimunculkannya pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dalam bentuk Omnibus Law.
Menurut dia, pasal-pasal yang diatur di dalam klaster pertambangan di dalam RUU itu tidak jauh berbeda dengan pasal-pasal yang banyak ditolak di dalam RUU Minerba.
Baca juga: RUU Minerba, Pembagian Keuntungan Hasil Pertambangan untuk Pemda Berubah
"Klaster pertambangan di Omnibus Law itu tidak ada bedanya sebenarnya, sama saja," ujar dia.
Kini, setelah banyak pihak yang menentang dilanjutkannya pembahasan RUU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR kembali memutar otak agar pembahasan RUU Minerba dapat terus dilanjutkan.
"Mereka ambil rencana lain dengan yang namanya Omnibus Law, dan Omnibus Law bertentangan, mereka kembali lagi ke rencana B untuk melanjutkan pembahasan Minerba," kata dia.
Baca juga: Rapat Pengambilan Keputusan, DPR dan Pemerintah Bahas RUU Minerba Selama 3 Bulan
Diberitakan, Komisi VII DPR mengagendakan rapat kerja Pembicaraan Tingkat I atau pengambilan keputusan terhadap RUU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Senin (11/5/2020) siang ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.