JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengajak seluruh pihak menghargai proses persidangan kasus pernyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
Hal ini disampaikan Nawawi menanggapi pernyataan Tim Advokasi Novel yang menilai ada sembilan kejanggalan dalam proses persidangan kasus penyiraman air keras tersebut.
"Harusnya semua pihak tetap memberi penghargaan terhadap jalannya suatu proses peradilan. Sangatlah buruk menggiring opini yang dapat membentuk rasa ketidakpercayaan terhadap lembaga peradilan," kata Nawawi kepada Kompas.com, Senin (11/5/2020).
Baca juga: Sebut 9 Kejanggalan dalam Sidang Novel, Tim Advokasi Desak MA, KY, hingga Ombudsman Awasi
Nawawi menuturkan, akan lebih bijak bila semua pihak yang peduli dengan perkara tersebut untuk mengawal persidangan tanpa mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menciptakan rasa tidak percaya terhadap proses peradilan.
Menurut Nawawi, pernyataan-pernyataan tersebut justru akan membebani para jaksa dan hakim yang menangani perkara tersebut.
"Sebagai orang-orang yang merasa melek hukum, belajarlah menghargai suatu proses dan produk peradilan," kata Nawawi yang punya latar belakang sebagai hakim tersebut.
Baca juga: 9 Kejanggalan dalam Sidang Kasus Penyerangan Novel Baswedan Menurut Tim Advokasi
Diberitakan sebelumnya, Tim Advokasi menyebut ada sembilan kejanggalan dalam proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Sembilan kejanggalan itu antara lain dakwaan jaksa yang menutup pengungkapan auktor intelektualis, majelis hakim yang terkesan pasif, hingga pendampingan hukum dari Polri terhadap kedua terdakwa.
Adapun dua terdakwa dalam kasus ini, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir didakwa melakukan penyaniayaan berat terencana terhadap Novel dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Ronny dan Rahmat yang disebut sebagai polisi aktif itu melakukan aksinya lantaran rasa benci karena Novel dianggap mengkhianati institusi Polri.
Baca juga: Kapolri Diminta Jelaskan soal Bantuan Hukum terhadap Terdakwa Penyerang Novel
Dalam dakwaan tersebut, mereka dikenakan Pasal 355 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, lebih subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Novel disiram air keras pada 11 April 2017 setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat penyerangan tersebut, Novel mengalami luka pada matanya yang menyebabkan gangguan penglihatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.