JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar epidemiologi dari Universitas Padjajaran, Panji Fortuna Hadisoemarto, meragukan akurasi skenario pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 yang dikaji Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian.
Hal itu diungkapkannya menyusul adanya kajian awal dengan membuka kembali operasional industri dan jasa bisnis ke bisnis (B2B) pada 1 Juni 2020 sebagai fase pertama.
"Menurut saya belum waktunya. Karena begini, kita masih punya status aktif di luar sana, maka kita masih punya sumber penularan yang banyak," ujar Panji dalam konferensi pers Koalisi Warga untuk Covid-19, Senin (11/5/2020).
Baca juga: Wapres Pastikan Pemerintah Punya Program Pulihkan Kondisi Ekonomi Pascawabah Covid-19
Panji mengibaratkan kondisi kasus virus corona di Indonesia seperti api dan bensin.
Menurut dia, masih terjadinya penularan tak ubahnya sebagai kobaran api. Sedangkan bensin dari kobaran api itu adalah orang-orang rentan terjangkit virus corona.
Oleh sebab itu, fakta saat ini bahwa masih banyak terjadi penularan yang dialami orang rentan.
Sebaliknya, kondisi tersebut akan semakin beresiko apabila pemerintah memaksa membuka kembali roda ekonomi.
"Kalau itu (ekonomi dibuka), berarti aktivitas sosial berjalan normal seperti sebelum pandemi, kita belum aman sampai jumlah kasus aktif itu sangat sedikit," kata dia.
Baca juga: Menko PMK: Krisis Ekonomi 1998 Tak Separah Sekarang
Panji menjelaskan, terdapat faktor yang menguatkan skenario pemulihan tersebut belum ideal dijalankan.
Pertama, saat ini masih banyak kasus positif virus corona yang tak terdeteksi masih lalu-lalang. Kemudian, adanya kasus Orang Tanpa Gejala (OTG).
Jika dipaksakan membuka dunia perekonomian kembali, maka tidak menutup kemungkinan risiko penyebaran virus corona semakin luas.
"Jadi menurut saya masih sangat beresiko untuk kembalikan aktivitas ke level normal," kata dia.
Baca juga: Pemerintah Diingatkan untuk Jaga Psikologis Pelaku Ekonomi