JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum para Anak Buah Kapal (ABK) yang diduga dieksploitasi di kapal milik China menyalahkan agensi yang mengirim mereka ke perusahaan Negeri Tirai Bambu itu.
Anggota tim kuasa hukum dari DNT Lawyers Pahrur Dalimunthe menyebut, agensi melepaskan tanggung jawabnya setelah mendapatkan keuntungan.
"Agensi tidak melakukan pengawasan terhadap keberlangsungan hidup yang layak para ABK itu sehingga ABK harus hidup di tempat yang tak layak dengan makanan dan minuman yang tak manusiawi," kata Pahrur melalui keterangan tertulis, Minggu (10/5/2020).
Baca juga: Menlu: China Sedang Investigasi Perusahaan yang Mempekerjakan ABK WNI
Padahal, sebagaimana kesepakatan awal, agensi bertanggung jawab terhadap para ABK pada sebelum, pada saat dan setelah bekerja.
Selain itu, pihak penyalur awak kapal itu juga tidak mengirimkan uang kepada keluarga para ABK sebagaimana perjanjian awal.
"Ini jelas bentuk perbudakan modern, di mana pihak penyalur (agensi) tutup mata akan hal ini dan hanya mengejar keuntungan semata," ujar Pahrur.
Permasalahan gaji menjadi salah satu poin dalam daftar panjang dugaan eksploitasi yang diterima para ABK tersebut.
Baca juga: Menlu: Perlakuan Terhadap ABK di Kapal Long Xing 629 Mencederai HAM
Dari keterangan kepada kuasa hukum, para ABK tidak menerima gaji sesuai kontrak, yang seharusnya sebesar 300 dollar AS per bulan.
Bahkan, ada ABK yang hanya mendapatkan 120 dollar AS setelah bekerja selama 13 bulan.
Para ABK juga bekerja selama 18 jam per harinya. Bekerja selama 48 jam tanpa istirahat pun pernah dialami para ABK ketika tangkapan ikan sedang melimpah.
Baca juga: Kematian ABK di Kapal China, Kasus Nyata Perbudakan Modern di Laut
Kuasa hukum menduga kapal melakukan aktivitas ilegal karena tidak pernah berlabuh selama 13 bulan berturut-turut. Pahrur menduga, hal itu juga dilakukan agar ABK tidak dapat mengadu terkait perlakuan yang diterima.
Berdasarkan keterangan kuasa hukum, ada pula dua ABK Indonesia yang mengalami kekerasan fisik oleh wakil kapten dan ABK Tiongkok.
Permasalahan lain yang dialami para ABK adalah ketimpangan pada makanan dan minuman dibanding kru kapal dari China.
"ABK Indonesia diberi makanan berupa sayur-sayur dan daging ayam yang sudah berada di freezer sejak 13 bulan, sedangkan ABK Tiongkok selalu memakan dari bahan yang masih segar yang di supply dari kapal lain dalam satu group," ucap Pahrur.
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Penyakit ABK yang Dilarung di Laut Masih Misterius
Kontrak kerja juga menjadi sorotan dari tim kuasa hukum.
Selain dinilai merugikan ABK, ada informasi tidak benar dalam kontrak tersebut terkait bendera kapal.
Pahrur mengklaim, kontrak menyebutkan bahwa ABK akan bekerja di kapal berbendera Korea Selatan. Padahal, kapal tersebut berbendera China.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.