SUASANA Hari Buruh Internasional yang jatuh pada 1 Mei 2020 terasa berbeda. Tahun ini, buruh sedang berada dalam tekanan karena banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat terimbas pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).
Mengutip pernyataan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, di provinsi ini saja ada 5.348 pekerja dari 210 perusahaan terkena PHK dan 32.365 dari 555 perusahaan dirumahkan.
Jumlah ini baru sampai April dan buruh yang akan terkena PHK boleh jadi akan bertambah andai pandemi Covid-19 berlarut-larut.
Kalaupun pandemi berhenti, roda bisnis perusahaan belum tentu berputar kembali. Artinya, PHK sudah pasti bakal berlanjut.
Tak cuma mereka yang kena PHK, buruh yang masih bekerja juga rentan terpapar Covid-19.
Hal ini bukan karena perusahaan yang lalai menerapkan protokol kesehatan seperti yang sudah diatur pemerintah dan Organisasi Kesehatan Dunia.
Namun, ada banyak faktor yang bisa membuat seorang buruh terkena Covid-19, mulai dari lingkungan, atau kontak dengan orang di luar pabrik, atau perilaku yang tidak menaati anjuran pemerintah, seperti mengenakan masker dan menjaga jarak fisik.
Sayang, nasib buruh yang masih bekerja tak kalah tragis dibanding mereka yang kena PHK atau dirumahkan.
Buruh yang berada pada situasi ini acapkali dikucilkan dan dijauhkan dari komunitasnya.
Kita bisa melihat, mendengar, dan membaca informasi bahwa tak cuma yang positif, buruh-buruh yang bekerja pada pabrik di mana terdapat kawannya yang terpapar Covid-19 mulai dari Banten, Jawa Barat, hingga Jawa Timur (terutama Surabaya dan Mojokerto) turut dikucilkan seolah mereka adalah pesakitan atau berbuat kejahatan.
Kita seolah tak mau tahu dan tak mau peduli dengan perasaan para buruh tersebut. Padahal, mereka juga tertekan dan anggota keluarganya terimbas hingga bisa kehilangan pekerjaan serta penghasilan.
Beberapa di antara buruh bahkan ada yang meninggal dunia, bukan karena semata Covid-19, namun akibat stres berkepanjangan yang terus menggerus daya tahan tubuhnya.
Seperti halnya kelompok masyarakat lain, seluruh buruh yang bekerja di pabrik yang beberapa karyawannya pernah terpapar Covid-19 butuh empati.
Mereka adalah korban pandemi yang perlu dukungan, perhatian dan semangat. Bukan semata materi, bantuan juga bisa berupa hal-hal yang bisa menguatkan perasaan.
Terpapar Covid-19 bukanlah sebuah aib karena buruh melakukan hal-hal tercela yang dilarang. Ini adalah sebuah musibah yang harus dihadapi bersama dengan cara gotong-royong dan kekeluargaan, serta saling membantu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.