JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyatakan, pemerintah sejak awal memiliki perhatian serius terhadap permasalahan anak buah kapal (ABK) Indonesia yang diduga dieksploitasi sehingga meninggal dunia di kapal ikan berbendera China.
Seperti diketahui, viral sebuah video yang ditayangkan media Korea Selatan, memperlihatkan bagaimana jenazah ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China dilarung ke tengah laut.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi video pada Kamis (7/5/2020) memaparkan peristiwa pelarungan tiga jenazah ABK Indonesia yang meninggal dunia di kapal ikan China.
Pertama, ABK Indonesia berinisial AR, awak kapal ikan Long Xin 629, sakit pada 26 Maret 2020.
Baca juga: Kisah ABK Indonesia di Kapal China, Tidur Hanya 3 Jam dan Makan Umpan Ikan
Untuk mendapatkan pengobatan di pelabuhan, ia pindah ke Kapal Tian Yu nomor 8.
Namun, kondisi AR semakin kritis sehingga meninggal dunia pada 27 Maret 2020.
AR pun dilarung ke laut atas persetujuan keluarga pada 31 Maret 2020.
"Dari informasi yang diperoleh KBRI, pihak kapal telah memberi tahu pihak keluarga dan mendapat surat persetujuan pelarungan di laut dari kelurga tertanggal 30 Maret 2020. Pihak keluarga juga sepakat menerima kompensasi kematian dari kapal Tian Yu 8," kata Retno.
Sementara itu, dua ABK Indonesia lainnya juga merupakan awal kapal di Kapal Long Xin 629.
Mereka meninggal dunia dan dilarung saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.
Baca juga: Pemerintah RI Minta Bantuan China Usut Kapal yang Larung ABK Indonesia
Menurut Retno, Kemenlu sudah menghubungi pihak keluarga agar hak-hak ABK tersebut dapat terpenuhi.
Kendati demikian, pihaknya meminta penjelasan pemerintah China terkait pelarungan tiga ABK Indonesia tersebut.
"Terkait dua WNI Desember itu, KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik meminta penjelasan atas kasus ini," ujar dia.
Kenapa harus dilarung?
Berdasarkan keterangan tertulis Kemenlu, Kamis (7/5/2020), Kapten kapal ikan China menjelaskan, jenazah ABK Indonesia yang meninggal di kapal tersebut harus dilarung karena memiliki penyakit menular dan telah melalui persetujuan awak kapal lainnya.
Senada dengan itu, Kemenlu China menjawab nota diplomatik Indonesia terkait proses pelarungan ABK.
Kemenlu China menjelaskan, pelarungan sudah disesuaikan dengan praktik kelautan internasional atau ILO Seafarer’s Service Regulation untuk menjaga kesehatan para awak kapal lainnya.
Baca juga: Menlu Ungkap Nasib 46 ABK Indonesia di Kapal Ikan China
"Dalam ketentuan ILO disebutkan bahwa kapten kapal dapat memutuskan melarung jenazah dalam kondisi antara lain jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga dapat berdampak pada kesehatan di atas kapal," demikian yang tertulis dalam keterangan pers Kemenlu Indonesia.
Kendati demikian, Retno mengatakan, pemerintah tetap meminta bantuan pemerintah China untuk menyelidiki kapal-kapal yang terlibat, kondisi situasi kerja dan perlakuan terhadap pekerja.
"Jadi kita minta otoritas RRT untuk dilakukan penyelidikan, dan kedua, kita juga akan berusaha untuk melakukan penyelidikan dan mendapatkan klarifikasi apakah pelarungan sudah dilakukan sesuai standar ketentuan ILO," kata dia.
Eksploitasi pekerja
Isu eksploitasi juga ikut mencuat bersamaan dengan kasus tiga jenazah ABK Indonesia yang dilarung ke tengah laut.
Dalam video yang ditayangkan media Korea Selatan MBC, ada kesaksian pekerja Indonesia.
Dalam video itu, kanal MBC Korea Selatan memberikan tajuk "Eksklusif, 18 jam sehari kerja. Jika jatuh sakit dan meninggal, lempar ke laut".
Baca juga: Menlu Sebut ABK Indonesia Dilarung ke Laut atas Persetujuan Keluarga
Seorang awak kapal Indonesia mengungkapkan, dia merasa pusing karena tidak biasa meminum air laut dan mengaku seperti ada dahak yang keluar dari tenggorokan.
Ia juga menyebutkan, mereka bekerja sehari selama 18 jam, di mana dia pernah berdiri selama 30 jam.
Kemudian mereka mendapat enam jam untuk makan, di mana pada waktu inilah saksi mengungkapkan mereka memanfaatkannya untuk duduk.
Investigasi dibantu China dan Korea Selatan
Menlu Retno mengatakan, sudah berbicara dengan Duta Besar China di Indonesia terkait permasalahan ABK Indonesia di kapal ikan China.
Ada tiga hal yang dibicarakan dengan Duta Besar China di Jakarta.
Pertama, pemerintah Indonesia meminta klarifikasi terkait pelarungan ABK, apakah sesuai standar internasional atau tidak.
Baca juga: Pemerintah Diminta Selidiki 3 Perusahaan Perekrut ABK WNI untuk Kapal China
Kedua, pemerintah menyampaikan keprihatinan mengenai kondisi kehidupan di kapal yang dicurigai menyebabkan kematian empat awak kapal Indonesia.
Ketiga, meminta dukungan pemerintah China untuk pemenuhan tanggung jawab atas hak ABK Indonesia.
Dalam pembicaraan tersebut, Dubes China menyatakan akan menyampaikan permintaan Pemerintah Indonesia ke pemerintah pusat China.
Pemerintah China juga memastikan perusahaan kapal akan bertanggung jawab sesuai kontrak yang disepakati dengan ABK.
Baca juga: Kronologi 4 Kematian ABK Indonesia di Kapal Ikan China Menurut Menlu
Lebih lanjut, Retno juga mengatakan, pemerintah Indonesia meminta pemerintah China untuk menyelidiki kapal-kapal yang terlibat, kondisi situasi kerja, dan perlakuan terhadap pekerja.
"Jika dari penyelidikan terjadi pelanggaran maka kita akan minta otoritas RRT agar dilakukan penegekan hukum secara adil," kata dia.
Selain China, Retno mengatakan, pemerintah juga meminta bantuan kepada coast guard Korea Selatan untuk menyelidiki dua kapal ikan China yang berlabuh di Busan satu bulan yang lalu dan membawa 46 ABK Indonesia.
"Lebih lanjut langkah yang dilakukan, meminta coast guard Korea untuk investigasi terhadap Long Xin dan Tian Yu. Hari ini KBRI Seoul sedang mendampingi 14 awak kapal WNI di Busan untuk mengambil keterangannya oleh coast guard Korea," pungkasnya.
Dipulangkan
Retno Marsudi mengungkapkan nasib 46 anak buah kapal ( ABK) Indonesia yang diduga dieksploitasi oleh kapal ikan China.
46 ABK Indonesia tersebar di empat kapal China. Rinciannya, sebanyak 15 orang di Kapal Long Xin 629, 8 orang di Kapal Lon Xin 605, 3 orang di Kapal Tian Yu 8, dan 20 orang di Long Xin 606.
Baca juga: Jenazah ABK WNI Dilarung ke Laut, Komisi I DPR Minta Pemerintah Investigasi Dugaan Perdagangan Orang
Pada 14 April 2020, KBRI Seoul mendapat informasi kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8 berbendera China yang akan berlabuh di Busan dan membawa 46 ABK Indonesia.
"Dan ada informasi mengenai adanya WNI yang meninggal dunia di kapal tersebut," kata Retno dalam konferensi video, Kamis (7/5/2020).
Menurut Retno, kedua kapal sempat tertahan di Busan karena membawa 35 ABK Indonesia yang terdaftar dari Kapal Long Xin 629 dan Long Xin 606.
"Artinya, 35 ABK WNI tersebut tidak terdaftar di kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8, dan mereka dianggap tidak sebagai ABK oleh pelabuhan otoritas di Busan, namun dihitung sebagai penumpang," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah Akan Panggil Dubes China soal Jenazah ABK Indonesia yang Dilarung ke Laut
Retno juga mengatakan, KBRI Seoul mengambil tindakan di mana sebagian dari 46 ABK Indonesia sudah dipulangkan ke Indonesia sejak 24 April yaitu 8 orang di Kapal Long Xin 605 dan 3 orang di Kapal Tian Yu.
Selain itu, 18 orang ABK dari Kapal Long Xin 606 kembali ke Tanah Air sejak 3 Mei 2020.
"Sisanya masih berproses di imigrasi Korea untuk dipulangkan ke Indonesia," ucap dia.
Retno menambahkan, 15 orang ABK Indonesia yang terdaftar di Kapal Long Xin 629 akan segera dipulangkan Jumat (8/5/2020) besok, termasuk satu ABK berinisial EP yang meninggal dunia di rumah sakit di Busan.
EP berasal dari Kapal Long Xin 629 meninggal dunia pada 26 April 2020 setelah mengalami sakit dan dibawa ke rumah sakit di pelabuhan Busan.
"Atas permintaan KBRI, agen untuk bawa ke RS tapi saudara EP meninggal di RS. Dari keterangan kematian Busan Medical Center, beliau meninggal karena pneumonia. Saat ini, diurus kepulangan jenazah," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.