Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Selidiki 3 Perusahaan Perekrut ABK WNI untuk Kapal China

Kompas.com - 07/05/2020, 20:08 WIB
Tsarina Maharani,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menduga kuat ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait meninggalnya sejumlah anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan China.

Chief Executive Officer IOJI Mas Achmad Santosa meminta Polri atau Kementerian Ketenagakerjaan menyelidiki dan menyidik tiga perusahaan perekrut ABK untuk menemukan kemungkinan terjadinya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan, tindak pidana perdagangan orang, atau tindak pidana lainnya.

"Melaksanakan penyelidikan dan penyidikan, melalui institusi Polri dan/ atau Kementerian Ketenagakerjaan, terhadap tiga manning agency yang mengirimkan ABK Indonesia bekerja di atas kapal Tiongkok bernama Long Xing 629, Long Xing 605, Long, Long Xing 802 dan Tian Yu 8 yaitu, PT Lakemba Perkasa Bahari, PT Alfira Perdana Jaya, dan PT Karunia Bahari," kata Santosa dalam keterangan tertulis, Kamis (7/5/2020).

Baca juga: Kronologi 4 Kematian ABK Indonesia di Kapal Ikan China Menurut Menlu

Menurut catatan IOJI, ada 18 ABK asal Indonesia yang jadi korban dalam peristiwa ini.

Empat di antaranya meninggal dunia. Tiga jenazah diketahui dilarungkan atau dihanyutkan ke laut karena kematian mereka dikatakan akibat penyakit menular.

Sementara itu, satu jenazah berinisial EP meninggal dunia di RS Busan, Korsel, setelah kapal berlabuh.

Santosa menduga, 14 ABK lainnya mengalami berbagai bentuk pelanggaran HAM seperti kerja paksa berlebihan, gaji tidak dibayarkan, kekerasan, serta akomodasi dan makanan yang tidak layak.

Santosa meminta penyelidikan dan penyidikan terhadap tiga perusahaan perekrut ABK itu.

Tidak hanya terhadap pelaku fisik, tetapi juga kepada pengurus perusahaan dan pemilik manfaat perusahaan.

Ia mengatakan, penyelidikan dapat merujuk pada UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Migran Indonesia, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, atau UU lainnya.

"Sesuai dengan Pasal 87 UUU Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Migran Indonesia, Pasal 13 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan/atau berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya," tutur dia.

Baca juga: Viral Video Jenazah ABK Indonesia Dilarung di Laut, Bagaimana Aturan Menurut ILO?

Santosa meminta pemerintah segera menjatuhkan sanksi administratif jika ditemukan pelanggaran terhadap UU 18/2017.

Menurut Santosa, pemerintah dapat mencabut Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) tiga perusahaan tersebut.

Selain itu, dia meminta pemerintah melalui Kemenaker, Kemenlu, dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) segera membentuk gugus tugas untuk memastikan pemenuhan hak-hak ABK yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia.

Santosa mendesak Kemenlu mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah China yang isinya meminta kerja sama untuk memenuhi hak-hak ABK.

Kemenlu juga dinilai perlu mendesak pemerintah China agar turut melaksanakan penegakan hukum terhadap perusahaan pemilik kapal.

"Kementerian luar negeri sesuai kewenangannya mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Tiongkok mendesak agar bekerja sama memenuhi hak-hak ABK yang masih terutang oleh Dalian Ocean Fishing Co., Ltd selaku shipowner dari kapal Long Xing 629, Long Xing 605, Long Xing 802, dan Tian Yu 8," kata Santosa.

Video penghanyutan jenazah ABK ini viral setelah dipublikasikan oleh media Korea Selatan, MBC.

Video itu memperlihatkan jenazah ABK Indonesia dibuang ke laut dari sebuah kapal China.

Lewat video itu, kanal MBC memberikan tajuk "Eksklusif. 18 jam sehari kerja, jika jatuh sakit dan meninggal, dilempar ke laut".

Baca juga: Viral Video Jenazah ABK Indonesia Dilarung di Laut, Bagaimana Aturan Menurut ILO?

Kejadian ABK dibuang ke laut ini tertangkap kamera saat kapal ikan Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang berbendera China berlabuh di Busan, Korea Selatan.

Menurut keterangan yang dipublikasikan Kemenlu RI, Kamis (7/5/2020), kapten kapal menjelaskan bahwa mereka melarungkan atau menghanyutkan jenazah dengan alasan.

Dikatakan bahwa ABK asal Indonesia itu meninggal dunia akibat penyakit menulars sehingga diputuskan untuk dihanyutkan ke laut.

"Kapten kapal menjelaskan bahwa keputusan melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya," demikian bunyi keterangan tertulis 'Perkembangan ABK Indonesia yang saat ini berada di Korsel'.

KBRI Beijing disebutkan telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi kasus ini.

Baca juga: Kasus ABK Indonesia di Kapal China, Pemerintah Diminta Serius soal Aturan Perlindungan ABK

Dalam penjelasannya, Kemenlu China mengatakan, pelarungan atau penghanyutan jenazah sudah sesuai dengan praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal.

Namun, Kemenlu RI akan memanggil Duta Besar China untuk meminta penjelasan lebih lanjut.

"Guna meminta penjelasan tambahan mengenai alasan pelarungan jenazah (apakah sudah sesuai dengan Ketentuan ILO) dan perlakuan yang diterima ABK WNI lainnya, Kemlu akan memanggil Duta Besar RRT," tulis Kemenlu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com