Kritik keras kalangan ilmuwan dari dalam menara gading kampurnya sama sekali tak berpengaruh pada praksis politik yang berlangsung “di luar sana.”
Jika kedua aktor ini kebetulan bertemu, seperti kita saksikan di berbagai talkshow di layar kaca, yang terjadi adalah pemandangan yang menyesakkan.
Keduanya seolah berbicara dari dunia yang sama sekali berbeda. Perdebatan sengit antara Emil Salim dan Arteria Dahlan bisa menjadi contohnya.
Pada satu percakapan di televisi itu, Arteria bersikukuh bahwa posisinya mendukung revisi UU KPK adalah manifestasi dari kehendak rakyat karena mayoritas anggota DPR yang dipilih oleh rakyat setuju dengan hal itu.
Emil Salim menggugat apakah anggota dewan bisa mengklaim wakil rakyat jika pemilu diliputi politik uang untuk memenangkan suara pemilih? Perdebatan itu kemudian mengalami kebuntuan yang berujung kecaman pada Arteria yang dinilai kasar.
Namun pertanyaannya, benarkah sesederhana itu persoalannya? Tidakkah di televisi seringkali orang memang mencari pembenaran dibanding kebenaran? Lebih jauh, tidakkah kita mendapati bahwa seringkali perebedaan tajam sering terjadi antara mereka yang berada dalam lingkaran kekuasaan dan mereka yang berada di luarnya?
Dalam nada satir, Mahfud MD, sebelum menjadi menteri, pernah berkata, “malaikat pun akan menjadi iblis jika masuk sistem kita”.
Uraian itu disampaikan Mahfud pada tahun 2013 untuk mengomentari pernyataan Mendagri Gamawan Fauzi bahwa 50 persen atau 278 kepala daerah kita terlibat korupsi.
Bagaimana pandangan Mahfud ini dapat dijelaskan?