Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenazah ABK WNI Dilarung ke Laut, Komisi I DPR Minta Pemerintah Investigasi Dugaan Perdagangan Orang

Kompas.com - 07/05/2020, 13:04 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta Kementerian Luar Negeri menginvestigasi peristiwa penghanyutan jenazah anak buah kapal (ABK) asal Indonesia dari kapal ikan China, Long Xing.

Meutya mendesak Kemenlu mengonfirmasi informasi sebenar-benarnya terkait dugaan praktik perdagangan manusia atau human trafficking.

"Saya meminta Kemenlu melakukan investigasi mendalam terkait wafatnya warga negara kita tersebut. Saya meminta Kemenlu menelusuri dengan saksama kebenaran dari informasi dugaan terkait human trafficking dan pelanggaran jam kerja terhadap ABK yang wafat atau ABK lainnya asal Indonesia," kata Meutya dalam keterangan tertulis, Kamis (7/5/2020).

Baca juga: Pemerintah Akan Panggil Dubes China soal Jenazah ABK Indonesia yang Dilarung ke Laut

Ia menegaskan perdagangan manusia merupakan kejahatan serius dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Human trafficking atau perdagangan manusia telah ditetapkan PBB sebagai serious crime dan merupakan bentuk pelanggaran dari hak asasi manusia, sehingga segala upaya pencegahannya perlu dilakukan," tuturnya.

Meutya pun mengaku prihatin atas berita yang beredar terkait wafatnya ABK asal Indonesia di kapal China tersebut.

Dia menyampaikan belasungkawa dan berharap tindakan pencegahan terhadap pelanggaran HAM terus diupayakan.

Baca juga: Menteri Edhy Bakal Temui ABK RI yang Selamat di Korsel

"Kami prihatin mendengar informasi yang masuk terkait adanya korban ABK, yang kebetulan bekerja di Kapal China. Kami ikut belasungkawa mendalam atas wafatnya WNI kita dalam pekerjaannya di luar negeri sebagai anak buah kapal," ucap Meutya.

Video penghanyutan jenazah ini viral setelah dipublikasikan oleh media Korea Selatan, MBC.

Video memperlihatkan jenazah ABK Indonesia dibuang ke laut dari sebuah kapal China.

Lewat video itu, kanal MBC memberikan tajuk "Eksklusif. 18 jam sehari kerja, jika jatuh sakit dan meninggal, dilempar ke laut".

Kejadian ABK dibuang ke laut ini tertangkap kamera saat kapal ikan Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang berbendera China berlabuh di Busan, Korea Selatan.

Baca juga: ABK Indonesia Dilempar ke Laut, Kapten Kapal China Sebut Itu Dilarung

Menurut keterangan yang dipublikasikan Kemenlu RI, Kamis (7/5/2020), kapten kapal membenarkan peristiwa penghanyutan jenazah tersebut.

Dikatakan bahwa ABK asal Indonesia itu meninggal dunia akibat penyakit menular, sehingga diputuskan untuk dihanyutkan ke laut.

"Kapten kapal menjelaskan bahwa keputusan melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya," demikian bunyi keterangan tertulis 'Perkembangan ABK Indonesia yang saat ini berada di Korsel'.

Baca juga: Viral Video Jenazah ABK Indonesia Dilarung ke Laut, Ini Langkah KBRI Korsel

KBRI Beijing disebutkan telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi kasus ini.

Dalam penjelasannya, Kemenlu China mengklaim pelarungan atau penghanyutan jenazah sudah sesuai dengan praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan para awak kapal.

Namun, Kemenlu RI akan memanggil Duta Besar China untuk meminta penjelasan lebih lanjut.

"Guna meminta penjelasan tambahan mengenai alasan pelarungan jenazah (apakah sudah sesuai dengan Ketentuan ILO) dan perlakuan yang diterima ABK WNI lainnya, Kemlu akan memanggil Duta Besar RRT," tulis Kemenlu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com