JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Perburuhan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang Herdin Pardjoangan menyebut pasal-pasal yang tertuang dalam omnibus law RUU Cipta Kerja merupakan legitimasi pelanggaran yang selama ini dilakukan pengusaha.
"Pasal-pasal yang dimasukan adalah legilitimasi pelanggaran yang selama ini dilakukan oleh pengusaha atau pemberi kerja," ujar Herdin dalam dalam diskusi online, Rabu (6/5/2020).
Herdin mengatakan apabila RUU Cipta Kerja disahkan, pelanggaran yang selama ini diadvokasi LBH akan disahkan menjadi tindakan yang legal.
Baca juga: Catatan ICW atas RUU Cipta Kerja, Potensi Pembajakan SDA oleh Sektor Privat
Menurutnya, apabila itu masuk dalam Undang-Undanh (UU), hal itu berpotensi membuat pengusaha semakin berbuat sewenang-wenang.
Karena itu, Herdin memandang RUU Cipta Kerja sejak awal dihembuskan oleh pemerintah banyak kecacatan dalam pembuatan sebuah peraturan.
"Kita menganggap dari LBH Semarang, RUU ini cacat secara pembuatannya, yang juga cacat secara substansinya," tegas dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyebut serangkaian langkah yang diambil pemerintah dalam mendorong RUU Cipta Kerja banyak mewakili kepentingan gelap di belakangnya.
Baca juga: Rachmad Gobel: RUU Cipta Kerja Jangan Hanya Bicara Lapangan Kerja...
Dia mengibaratkan, omnibus law yang diajukan pemerintah tak ubahnya sebuah bus yang berisi pelaku pelanggaran.
"Bus ini sangat besar membawa 70 penumpang karena menghajar hampir 80 undang-undang dan di dalamnya berisi kira-kira begal, copet, rampok, yang akan merampok seluruh kehidupan msyarakat," tegas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.