JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mendukung sikap Ketua KPK Firli Bahuri yang tegas mengingatkan bahwa pelaku tindak pidana korupsi dana bencana bisa dijatuhi pidana mati.
Namun, Sekjen PPP Arsul Sani menyatakan, tuntutan pidana mati pun tak bisa dilakukan sembarangan.
"Tuntutan pidana mati juga tidak boleh diterapkan secara serampangan, tetapi harus dilihat kasus per kasus korupsi atas dana bencana Covid-19, baik yang untuk penanggulangan langsung pandeminya maupun yang untuk stimulus sosial ekonomi," kata Arsul, Senin (4/5/2020).
Baca juga: KPK Petakan 4 Titik Rawan Korupsi Penanganan Covid-19
Menurut dia, tuntutan pidana mati yang diajukan KPK tetap perlu memperhatikan asas kepantasan atau kepatutan dalam kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan.
"Asas kepantasan ini antara lain meliputi penilaian terhadap besaran jumlah yang dikorupsi, berulang tidaknya perbuatan korupsinya dilakukan, merupakan perbuatan yang direncanakan dengan melibatkan beberapa orang atau bukan, dan sebagainya," ucap Arsul.
Selain itu, lanjut Arsul, peran atau kesertaan mereka yang terlibat dalam kasus korupsi juga perlu diperhatikan.
Ia menjelaskan bentuk-bentuk kesertaan dalam kasus korupsi bisa dikategorikan sebagai pleger, uitlokker, medepleger, dan medeplichtige.
"Selain itu pentingnya juga melihat peran dari mereka yang terlibat dalam kasus korupsi, yakni apakah berkategori sebagai pleger atau pelaku, yang menyuruh melakukan atau uitlokker, orang yang berstatus turut serta melakukan atau medepleger, atau hanya sekedar membantu melakukan medeplichtige," tuturnya.
Baca juga: Rapat DPR, KPK Ingatkan soal Hukuman Mati jika Korupsi Dana Bencana
Arsul pun memandang Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan, tak menjadi penghalang bagi KPK untuk mengusut dan menindak dugaan korupsi dana penanganan Covid-19.
Menurut dia, Pasal 27 Perppu 1/2020 yang dikatakan memberikan kekebalan hukum bagi pengambil/pelaksana kebijakan, mengatur imunitas bersyarat.
"Syarat yang ada ialah terpenuhinya asas iktikad baik dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan keputusan apa yang dimuat dalam perppu," tutur Arsul.
"Juga apakah secara nyata ada-tidaknya pengabaian dan pelanggaran terhadap peraturan perundangan lainnya. Jadi pasal itu bukan tameng bagi pejabat fiskal dan moneter yang tidak bisa ditembus," kata dia.
Baca juga: Menurut Habiburokhman, Perppu 1/2020 Tak Lindungi Praktik Korupsi