JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia kerja (Panja) pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja meminta Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) memberikan kajian mendalam mengenai masa hak guna usaha (HGU) yang dikritik karena dianggap terlalu lama, yakni 90 tahun.
Wakil Ketua Panja Willy Aditya berharap KPA menyampaikan kritik dan solusi.
"Soal bank tanah dan HGU lahan 90 tahun ini memang bidangnya KPA dan sudah saya dengar juga di waktu lalu. Ini kritik yang bagus," kata Willy kepada wartawan, Kamis (30/4/2020).
"Akan lebih tajam lagi kalau disampaikan kajian mendalamnya. Kajian ini nanti kita buka di publik untuk juga di kritik oleh pihak lain. Tradisi yang bagus dalam membuat UU," lanjut dia.
Baca juga: Anggota Komisi II Nilai HGU Lahan 90 Tahun Tak Akan Berdampak Pada Iklim Usaha
Willy mengapresiasi perhatian KPA terhadap draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Ia sendiri sepakat bahwa DPR dan pemerintah butuh masukan dari berbagai pihak untuk memperbaiki draf.
Menurut dia, bukan tidak mungkin pembahasan soal pertanahan dicabut dari draf RUU Cipta Kerja.
"Bank Tanah ini juga masuk di RUU Pertanahan yang juga prolegnas prioritas. Bisa saja kita take out salah satunya. Namun yang terpenting adalah memikirkan bagaimana aset negara yang begitu penting ini dikelola dengan manajemen aset yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat," ucap Willy.
Baca juga: Pemerintah Dispensasi HGU/HGB Jatuh Tempo Sampai Akhir Tahun
"Silakan KPA mengajukan konsepsinya secara detail, nanti disandingkan dengan konsep perlunya investor memiliki jaminan terhadap kelangsungan investasinya," lanjut dia.
Willy menyatakan, akan lebih baik apabila KPA sekaligus memberikan saran mengenai masa HGU yang semestinya ditetapkan pemerintah.
Ia mengamini bahwa RUU Cipta Kerja tidak boleh hanya mengakomodasi kepentingan investor, tapi juga memerhatikan hak seluruh warga negara.
"KPA bagusnya memberi masukan berapa tahun sebaiknya jangka waktu tersebut agar kepastian usaha juga terjamin, hak warga juga tidak tidak terlanggar, dan bagaimana fungsi kehadiran negara di dalam pengaturan tersebut," tutur Willy.
Baca juga: Laode: Rekomendasi KPK Terkait Dokumen HGU Tak Dijalankan Pemerintah
Dia berharap, seterusnya kritik terhadap draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja diiringi dengan kajian.
Menurut Willy, saat ini yang penting adalah memperbaiki substansi RUU, tetapi tidak menggagalkannya secara keseluruhan.
"Kita perkuat kembali tradisi perdebatan untuk melahirkan kebijakan publik. RUU Ciptaker ini ada kelemahannya yang mungkin bisa lebih jelas dilihat oleh organisasi non pemerintah, ayo beri masukan. Bukan berusaha menggagalkannya. Perubahan nama, isi draf RUU itu biasa saja. Tidak harus fatalistis membatalkan pembahasannya," kata dia.