Nur pun mendesak Badan Pengawas Mahkamah Agung, Komisi Kejaksaan, hingga Propam Polri, memeriksa hakim, jaksa dan polisi yang menghambat proses berobat Hermanus.
"Termasuk Komnas HAM harus responsif menyikapi kejadian ini," tegas dia.
Dikutip Kompas.id, Hermanus ditangkap bersama Didik, warga Desa Penyang lainnya, pada 17 Februari 2020.
Mereka dituduh mencuri 13-18 tandan kelapa sawit milik PT HMBP. Sejak saat itu ia ditahan.
Pada Sabtu, 7 Maret 2020, kerabat Hermanus dan Didik, James Watt, yang merupakan paralegal Walhi dan Sawit Watch, juga ditangkap di rumah milik Walhi di Jakarta.
Ia dituduh menyuruh Hermanus dan Didik memanen sawit.
Baca juga: Serikat Petani Sawit Minta Jokowi Tak Ambil Kebijakan Lockdown
Bama Adiyanto, kuasa hukum ketiganya, mengungkapkan, yang dilakukan almarhum Hermanus dan Didik saat itu bukan mencuri, melainkan memanen buah sawit yang tumbuh di lahan yang mereka klaim milik warga Desa Penyang.
Mereka menilai lahan itu bukan milik perusahaan karena berada di luar wilayah hak guna usaha (HGU) perusahaan.
”Mereka sedang protes sebenarnya, mengapa perusahaan itu beroperasi di luar HGU. Itu yang sedang diperjuangkan, harusnya tidak ditangkap. Masalah itu tidak disebut oleh JPU dalam persidangan,” kata Bama.
Tim hukum pembela James Watt, Hermanus, dan Didik kemudian mengajukan eksepsi karena menilai dakwaan JPU tidak tepat.
Baca juga: Nilai Dana BPDP Tak Adil, Petani Sawit Keluarkan 5 Tuntutan
Dakwaan itu tidak mengindahkan konflik sebenarnya yang terjadi dan keabsahan tanah tempat Hermanus dan Didik memanen sawit sebagai tempat kejadian perkara.
Menanggapi hal itu, Manajer Legal PT HMBP Wahyu Bimo mengungkapkan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum karena menilai yang dilakukan para terdakwa merupakan pelanggaran hukum.
Lahan yang diklaim milik warga, menurut dia, merupakan lokasi yang akan disiapkan untuk pembangunan plasma untuk masyarakat yang diwakili sebuah koperasi.
”Kami membuka kesempatan kalau ada warga yang ingin mengelola plasma, tentunya lewat aturan dan koperasi,” kata Bimo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.