JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI meminta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM membuat inovasi dalam mengawasi para narapidana yang mendapat asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan penularan Covid-19.
Anggota Ombudsman RI Adiarnus Meliala mengatakan, inovasi harus dilakukan karena program asimilasi dan integrasi itu tidak dibarengi dengan dukungan anggaran dan sumber daya manusia yang mumpuni.
"Terdapat kondisi di mana satu orang pembina kemasyarakatan harus mengawasi 40 orang klien (warga binaan) asimilasi dan integrasi. Sedangkan anggaran dan SDM tidak memadai, maka dari itu perlu adanya inovasi," kata Adrianus dalam siaran pers, Rabu (29/4/2020).
Baca juga: Digugat soal Asimilasi Napi, Yasonna: Silakan Saja
Adrianus menuturkan, kebijakan sejumlah Balai Pemasyarakatan yang membentuk grup WhatsApp dengan para narapidana dapat menjadi solusi.
Namun, menurut Adrianus kebijakan tersebut hanya merupakan bentuk pengawasan paling sederhana.
"Hal yang bisa dilakukan adalah dengan menggandeng pihak Kepolisian, Kejaksaan maupun Pengadilan agar dapat membantu," ujar Adrianus.
Ombudsman RI juga mendorong Kemenkumham untuk memberikan dukungan anggaran maupun penambahan SDM agar Bapas dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
Baca juga: Ini Dasar Gugatan 3 LSM terhadap Kepala Rutan hingga Yasonna Laoly Terkait Asimilasi Napi
Adapun Ombudsman sebelumnya menggelar rapat virtual dengan Direktur Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Ditjen Pemasyarakatan bersama Bapas seluruh Indonesia pada Selasa (28/4/2020) kemarin.
Pertemuan itu digelar untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi Bapas terkait 38 ribu Warga Binaan Narapidana (WBP) yang memperoleh asimilasi dan integrasi sosial secara serentak.
Selain masalah anggaran dan SDM, Ombudsman menemui beberapa masalah antara lain masalah kelembagaan yang membuat Bapas Pati yang wilayah kerjanya menjangkau enam kabupaten.
Baca juga: Kebijakan Yasonna Laoly Bebaskan 30.000 Napi Berbuntut Gugatan
Hal ini berbeda dengan instansi penegak hukum lain seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan yang tersebar di tiap kota/kabupaten.
Asesmen kepada seluruh WBP juga tidak berjalan maksimal karena banyaknya WBP yang mendapat hak asimilasi dan integrasi secara serentak.
Terdapat pula WBP yang rupanya tidak menyerahkan nomor telepon yang benar sehingga pembina kemasyarakatan harus mencari WBP tersebut dengan bantuan kepolisian dan kejaksaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.