JAKARTA, KOMPAS.com - Akurasi data penerima bantuan sosial diperlukan agar penyaluran bantuan sosial oleh pemerintah dalam upaya mengatasi dampak pandemi Covid-19 tepat sasaran.
Data yang tidak akurat mengakibatkan bantuan yang disalurkan salah sasaran, bahkan ada yang menerima bantuan ganda.
Di sisi lain, ada warga yang seharusnya diprioritaskan mendapat bantuan, justru tidak mendapatkannya.
Baca juga: Bantuan Sembako Dampak Covid-19 Tak Sesuai Data, Kepala Desa Stres
Seperti persoalan penyaluran bantuan sosial bagi warga terdampak Covid-19 di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, yang membuat pemerintah desa disalahkan oleh sejumlah warga karena dianggap bantuan tidak tepat sasaran.
"Program bantuan untuk warga terdampak corona ini membuat kami stres," kata Kepala Desa Sukaluyu, Kecamatan Ganeas, Edi Sukardi kepada Kompas.com, Senin (27/4/2020) lalu.
Persoalannya, pemerintah provinsi menggunakan data yang tidak sesuai dengan data terbaru yang dikumpulkan pemerintah desa bersama RT/RW ketika menyalurkan bantuan tersebut.
"Pada kenyataannya, warga di wilayah kami yang menerima bantuan paket sembako dari Provinsi Jabar, yang dikirim PT Pos ini bukan warga terdampak Covid-19 yang telah kami ajukan," tutur Edi.
Baca juga: Menurut Alissa Wahid, Mestinya Pemerintah Data Ulang Penerima Bansos
Pengajuan data baru ini sesuai dengan instruksi dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir, agar kepala desa melakukan validasi dan verifikasi terhadap masyarakat yang berhak menerima bantuan.
Dari 26 warga yang terdaftar, hanya 11 orang yang menerima paket bantuan tersebut.
Bahkan, beberapa di antaranya telah masuk ke dalam daftar penerima bantuan sosial dari program lain.
Persoalan pun tidak berhenti sampai di sana.
Kecemburuan sosial terjadi lantaran warga yang seharusnya diprioritaskan mendapat bantuan justru tidak mendapatkannya.
Bahkan, sejumlah bantuan yang telah diterima terpaksa harus dikembalikan karena berbagai persoalan, mulai dari penerima yang telah meninggal dunia, beda nomor induk kependudukan, hingga nama yang tidak sesuai dengan kartu tanda penduduk (KTP).
"Inilah yang membuat kami stres. Katanya tidak boleh dobel bantuan, tapi kenyataannya, penerima itu menerima dobel bantuan. Jauh sekali dengan data yang kami ajukan sebelumnya," pungkasnya.
Data bermasalah
Persoalan data bermasalah ini tentu harus segera dibenahi. Pasalnya, penyaluran dana bantuan sosial ini melibatkan pihak yang cukup banyak dan jumlah yang tidak sedikit.
Terlebih, pemerintah berencana menjadikan petani sebagai salah satu penerima insentif dari pemerintah agar tetap dapat bertahan selama masa pandemi.
"Pemerintah memberikan BLT sebesar Rp 600.000 (per bulan). Dimana Rp 300.000 merupakan bantuan tunai dan Rp 300.000 itu (untuk) sarana prasarana produksi pertanian," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat kabinet terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Selasa (28/4/2020).
Menurut dia, saat ini terdapat 2,44 juta petani yang masuk kategori miskin yang perlu diberikan insentif oleh pemerintah.