Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugatan atas Perppu Covid-19: Legitimasi Utang Luar Negeri hingga Celah Korupsi

Kompas.com - 29/04/2020, 07:52 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020, Selasa (28/4/2020).

Perppu itu berisi tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Baca juga: Din Syamsuddin, Sri Edi Swasono, dan Amien Rais Gugat Perppu Covid-19

Terdapat tiga permohonan dalam perkara ini yang diajukan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan kawan-kawan, serta aktivis Damai Hari Lubis.

Setiap pemohon menyampaikan dalil yang berbeda, yang pada pokoknya meminta Majelis Hakim MK menyatakan bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD 1945 sehingga harus dibatalkan.

Adapun sidang ini menjadi yang pertama digelar MK setelah hampir 1,5 bulan menunda persidangan akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Amien Rais Gugat Perppu Penanganan Covid-19, Ini Respons Wakil Ketua DPR

Majelis hakim MK menilai bahwa pengujian Perppu ini bersifat mendesak, sehingga harus segera digelar meskipun di tengah situasi wabah.

Meniadakan peran DPR

Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dinilai meniadakan peran DPR dalam memberikan persetujuan anggaran pendapatan belanja negara (APBN) yang diusulkan pemerintah.

Sebab, Pasal 2 Ayat (1) huruf a Perppu itu menetapkan bahwa defisit anggaran di atas 3 persen PDB tanpa adanya batas maksimal, dan mengikat UU APBN sampai tahun anggaran 2022.

Akibat ketentuan tersebut, DPR tidak bisa menggunakan fungsi persetujuanya secara leluasa, karena defisit anggaran telah dipatok dengan batas minimal 3 persen PBD.

Baca juga: Perppu 1/2020 Dinilai Nihilkan Peran DPR soal Penganggaran

"Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menihilkan arti penting persetujuan DPR," kata Kuasa Hukum salah satu pemohon, Ahmad Yani, dalam persidangan, Selasa.

"Karena dengan pengaturan yang demikian, membuka peluang bagi pemerintah untuk memperlebar jarak antara jumlah belanja dan pendapatan sampai dengan tahun 2022, atau setidak-tidaknya, DPR tidak bisa menggunakan fungsi persetujuanya secara leluasa," lanjut dia.

Yani mengatakan, sebenarnya persetujuan DPR menjadi hal yang sangat penting karena mencerminkan kedaulatan rakyat.

Seandainya DPR tidak menyetujui rancangan UU APBN, maka pemerintah tidak punya pilihan selain menggunakan UU APBN tahun sebelumnya.

Namun, dengan adanya pasal dalam Perppu ini, DPR tidak punya lagi fungsi persetujuan itu.

Oleh karenanya, pemohon menilai, bunyi Pasal 2 Ayat (1) huruf a Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 23 ayat (2) dan (3) UUD 1945.

Pasal dalam UUD itu mengatur bahwa APBN harus disetujui DPR RI, dengan berbagai pertimbangan.

"Pasal 2 Ayat (1) huruf a angka 1, 2, dan 3 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 23 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945," kata Yani.

Melegitimasi utang luar negeri

Pasal 2 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 juga dicurigai sebagai agenda politik yang telah direncanakan pemerintah.

Pasal dalam Perppu itu disebut sebagai upaya pemerintah mendapatkan legitimasi dalam menambah jumlah pinjaman luar negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com