Anggota dari Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, klaster ketenagakerjaan sebaiknya dikeluarkan dari pembahasan karena substansinya cukup sensitif.
"Itu sebabnya salah satu yang diusulkan oleh Bu Rieke dalam rapat Minggu lalu agar ini ada 11 klaster sehingga ada klaster ketenagakerjaan dikeluarkan, atau dibahas paling akhir supaya tidak menghambat pembicaraan yang lain," kata Hendrawan, Senin (20/4/2020).
Kemudian, anggota dari Fraksi Nasdem Taufik Basari menyatakan, bahwa fraksinya bakal melobi fraksi-fraksi lain agar klaster ketenagakerjaan dihapus dari draf omnibus law RUU Cipta Kerja.
Baca juga: Nasdem Akan Lobi Fraksi Lain agar Klaster Ketenagakerjaan Dihapus dari RUU Cipta Kerja
Menurutnya, perubahan soal ketenagakerjaan tidak mesti dilakukan melalui omnibus law RUU Cipta Kerja.
Perubahan dapat dilakukan melalui undang-undang sektoral.
"Setelah mendengar keberatan dari banyak pihak, terutama serikat buruh, Nasdem usul agar klaster tersebut dicabut saja dari draf RUU agar fokus saja pada tujuan utamanya menciptakan lapangan kerja dengann menyederhanakan aturan dan melakukan debirokratisasi. Nasdem akan lakukan lobi-lobi kepada fraksi lain," kata Taufik, Selasa (21/4/2020).
Sementara itu, dilansir Kompas.id, serikat pekerja dan serikat buruh tetap menyampaikan penolakan atas pembahasan RUU Cipta Kerja.
Presiden Joko Widodo menerima tiga pimpinan serikat buruh/serikat pekerja di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Mereka adalah Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea, Presiden KSPI Said Iqbal, dan Presiden KSBI Elly Rosita.
Baca juga: 92 Akademisi Teken Petisi Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja
"Serikat pekerja menolak keras omnibus law dan meminta pembahasan dilakukan secara terbuka dengan Presiden Joko Widodo," kata Andi seusai pertemuan.
Di saat bersamaan, 92 akademisi Tanah Air menandatangani petisi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Guru Besar Hukum dari Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti menyatakan, petisi ini merupakan seruan kepada DPR dan pemerintah agar pembahasan RUU Cipta Kerja segera dihentikan.
Baca juga: Baleg: Penghentian Pembahasan RUU Cipta Kerja Tergantung Pemerintah
"Kami melakukan seruan ke DPR dan pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja dan membahas lebih lanjut dengan masyarakat yang terkena dampak akibat RUU ini," kata Susi dalam konferensi pers "92 Akademisi Tolak Omnibus Law' yang disiarkan virtual, Rabu (22/4/2020).
Selain substansi draf RUU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, pembahasan RUU Cipta Kerja yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 dinilai tidak etis.
Susi menyatakan, pembentukan undang-undang harus tunduk pada nilai etik dan moral.
"Penyelenggaraan negara, termasuk pembentukan undang-undang, tidak hanya berlandaskan pada norma konstitusi dan undang-undang, melainkan tunduk pula pada nilai-nilai etik atau moral," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.