JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden PKS Sohibul Iman menyoroti Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan serta Perpres Nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 sebagai aturan pelengkapnya.
Sohibul menilai perubahan postur APBN yang diatur dalam Perpres Nomor 54/2020 lebih banyak digunakan sebagai stimulus ekonomi untuk mengantisipasi dampak Covid-19.
"Perubahan postur APBN 2020 pun oleh pemerintah lebih banyak digunakan sebagai stimulus ekonomi untuk mengantisipasi dampak ekonomi akibat Covid-19, bukan untuk memitigasi penyebaran Covid-19," kata Sohibul dalam orasi kebangsaan dan kemanusiaan Milad PKS ke-22 yang bertajuk "Titik Balik Bangsa Indonesia", Rabu (22/4/2020).
Baca juga: Hindari Potensi PHK, Pemerintah Indonesia Siapkan Stimulus Ekonomi untuk Pelaku Pariwisata
Dia mencontohkan pengalokasikan belanja untuk Kartu Pra Kerja yang dinaikkan menjadi Rp 20 triliun.
Menurut Sohibul, pemerintah telah gagal paham menangani pandemi Covid-19.
"Bagi pemerintah, alokasi belanja Rp 20 triliun untuk Kartu Prakerja dengan menu pelatihan online melalui platform digital jauh lebih penting daripada membeli kelengkapan APD dan obat-obatan bagi para tenaga medis kita. Lebih penting dari menambah fasilitas pengobatan untuk rumah sakit di seluruh Indonesia atau lebih penting dari menyelenggarakan massive testing kepada masyarakat," ucapnya.
"Di sinilah letak gagal paham pemerintah dalam menangani wabah pandemi Covid-19," lanjut Sohibul.
Baca juga: Ini Daftar Stimulus Ekonomi untuk Redam Dampak Corona
Ia mengatakan kebijakan pemerintah terkait dampak perekonomian akibat Covid-19, mestinya diprioritaskan kepada penguatan sistem jaminan sosial nasional yang diperuntukkan masyarakat miskin, rentan miskin, pekerja informal, atau pelaku UMKM.
Menurut dia, Perppu 1/2020 malah memberikan "karpet merah" bagi pemodal dan korporasi.
Sohibul menyatakan perppu tersebut menyukseskan agenda omnibus law RUU Perpajakan.
Selain itu, Sohibul mengatakan Perppu 1/2020 menabrak rambu-rambu tata kelola yang baik dalam pengelolaan fiskal dan moneter.
Baca juga: Redam Dampak Corona, OJK Luncurkan 2 Stimulus Ekonomi
"Defisit APBN tidak berbatas. Bank Indonesia kehilangan independensinya dan dilibatkan dalam pendanaan APBN. Pemerintah bisa berhutang dalam skala dan jumlah yang tak terbatas. Defisit berapa pun dalam jumlah sebesar apa pun diperbolehkan oleh perppu ini," kata Sohibul.
"Ini tentu membahayakan masa depan APBN kita bagi generasi mendatang. Hal ini tidak boleh dibiarkan. Harus ada pembatasan jika kita masih sayang dengan masa depan anak cucu kita nantinya," tegasnya.
Ia pun menganggap pemerintah mendahulukan kepentingan ekonomi daripada kesehatan.
Padahal, kata Sohibul, keberhasilan atau kegagalan pemerintah dalam memitigasi pandemi Covid-19 akan menentukan nasib perekonomian nasional.
Baca juga: Jokowi Minta Pengusaha di Sektor Riil Diberi Stimulus agar Tak PHK Karyawan