JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden PKS Sohibul Iman mengkritik penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah karena dianggap mendahulukan kepentingan ekonomi daripada kesehatan.
Padahal, kata Sohibul, keberhasilan atau kegagalan pemerintah dalam memitigasi pandemi Covid-19 akan menentukan nasib perekonomian nasional.
Makin buruk penanganan Covid-19, maka makin buruk dan lambat pula pemulihan ekonomi nasional.
"Semakin baik kita memitigasi kerusakan yang ditimbulkan oleh wabah ini, semakin cepat pemulihan ekonomi nasional di masa mendatang. Sebaliknya, semakin buruk dan lamban kita memitigasi wabah ini, maka prospek perekonomian nasional akan semakin lambat pulihnya," kata Sohibul dalam orasi kebangsaan dan kemanusiaan Milad PKS ke-22 yang bertajuk "Titik Balik Bangsa Indonesia", Rabu (22/4/2020).
Baca juga: Perangkat Desa Disarankan Lakukan Mitigasi Ekonomi Desa Hadapi Covid-19
Ia menegaskan bahwa keselamatan warga harus diutamakan.
Kondisi ekonomi nasional dan global akan pulih kembali, sementara masyarakat yang meninggal dunia akibat Covid-19 tidak bisa kembali.
"Kondisi ekonomi nasional dan global cepat atau lambat akan pulih kembali (rebound), sedangkan warga yang meninggal tidak bisa kembali lagi. Setiap warga yang meninggal bukanlah angka statistik semata," ucap Sohibul Iman.
Ia kemudian menyoroti Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19.
Baca juga: Tambah 46 Orang, Total 605 Pasien Covid-19 Jalani Rawat Inap di RSD Wisma Atlet
Menurut dia, perppu tersebut berfokus pada penyelamatan ekonomi yang terdampak Covid-19.
"Perppu ini ternyata jauh lebih banyak diperuntukan guna menangani dampak Covid-19 terhadap ekonomi bukan untuk menekan laju penyebaran Covid-19 itu sendiri," ujar Sohibul Iman.
Perubahan postur APBN, yang diatur dalam Perpres Nomor 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020, dinilai lebih banyak digunakan sebagai stimulus ekonomi untuk mengantisipasi dampak ekonomi akibat Covid-19.
Sohibul mencontohkan pengalokasikan belanja untuk Kartu Prakerja. Pemerintah dinilai telah gagal paham menangani pandemi Covid-19.
Baca juga: Jokowi : Membuat Publik Tenang Tak Dilihat Sebagai Keputusan...
"Bagi pemerintah, alokasi belanja Rp 20 triliun untuk Kartu Prakerja dengan menu pelatihan online melalui platform digital jauh lebih penting daripada membeli kelengkapan APD dan obat-obatan bagi para tenaga medis kita, lebih penting dari menambah fasilitas pengobatan untuk rumah sakit di seluruh Indonesia atau lebih penting dari menyelenggarakan massive testing kepada masyarakat," ucap dia.
"Di sinilah letak gagal paham pemerintah dalam menangani wabah pandemi Covid-19," lanjut Sohibul.
Ia mengusulkan, kebijakan pemerintah terkait dampak perekonomian akibat Covid-19, mestinya diprioritaskan kepada penguatan sistem jaminan sosial nasional yang diperuntukkan masyarakat miskin, rentan miskin, pekerja informal, atau pelaku UMKM.
Namun Perppu 1/2020 malah memberikan 'karpet merah' bagi pemodal dan korporasi.
Baca juga: Tantangan Mitigasi Covid-19 di Tengah Masyarakat Komunal, Agamis, Namun Pragmatis
Sohibul menyatakan, perppu tersebut menyukseskan agenda Omnibus Law RUU Perpajakan.
Selain itu, Perppu 1/2020 menabrak rambu-rambu tata kelola yang baik dalam pengelolaan fiskal dan moneter.
"Defisit APBN tidak berbatas. Bank Indonesia kehilangan independensinya dan dilibatkan dalam pendanaan APBN. Pemerintah bisa berutang dalam skala dan jumlah yang tak terbatas. Defisit berapa pun dalam jumlah sebesar apa pun diperbolehkan oleh perppu ini," kata Sohibul Iman.
"Ini tentu membahayakan masa depan APBN kita bagi generasi mendatang. Hal ini tidak boleh dibiarkan. Harus ada pembatasan jika kita masih sayang dengan masa depan anak cucu kita nantinya," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.