JAKARTA, KOMPAS.com - Proses seleksi jabatan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat sorotan dari dua mantan Komisioner KPK, Muhammad Jasin dan Bambang Widjojanto.
Proses seleksi yang dilakukan KPK era Firli Bahuri itu dinilai berbeda jauh dari seleksi pada periode-periode sebelumnya yang mengedepankan transparansi.
"Kebijakan rekrutmen terkait KPK ini sudah berbeda dengan periode-periode pimpinan KPK sebelumnya, periode 1 sampai ke periode 4, ini kan periode kelima," kata Jasin dalam sebuah diskusi online, Rabu (22/4/2020).
Jasin yang merupakan Komisioner KPK periode 2007-2011 itu mengungkapkan, dahulu proses seleksi di KPK dilakukan secara transparan karena jumlah peserta dan tahapannya diumumkan secara terbuka.
Baca juga: Bambang Widjojanto: Dewan Pengawas KPK Masih Ada atau Sudah Hilang?
Hal itu dilakukan untuk menelusuri rekam jejak masing-masing kandidat sampai tahap wawancara.
"Itu sampai rumahnya, sampai mobilnya, berapa kekayaannya, terpapar di suatu seleksi itu," kata Jasin.
Jasin mengatakan, integritas dan rekam jejak kandidat yang mengikuti seleksi selalu menjadi fokus penilaian.
"KPK harus berbeda dengan penegak hukum lainnya di Indonesia yang disinyalir tidak maksimal dalam penegakan hukum karena yang dipicu oleh masalah integritas," ujar Jasin.
Sementara itu, Bambang justru mempertanyakan peran Dewan Pengawas KPK dalam mengawasi proses seleksi tersebut.
Menurut Bambang, anggota Dewan Pengawas KPK yang mempunyai rekam jejak baik justru terkesan menghilang dalam polemik pengisian jabatan tersebut.
"Hari-hari ini orang-orang terbaik itu ada di mana? Mereka masih ada atau sudah hilang? Kalau sudah hilang kenapa tidak ada yang lapor ke Kontras?" kata Bambang.
Baca juga: Eks Pimpinan Nilai Seleksi Jabatan KPK Kini Tak Setransparan Dulu
Bambang menuturkan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah mengamanatkan kepada Dewan Pengawas KPK untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
Sementara itu, menurut Bambang, dalam konteks seleksi jabatan ini KPK telah melanggar asas keterbukaan yang diatur dalam Pasal 5 UU KPK dan kewajiban KPK bertanggung jawab pada publik yang diatur dalam Pasal 20 UU KPK.
"Kayaknya harus dilakukan sesuatu, salah satunya itu adalah meminta kepada Dewan Pengawas untuk melakukan pengawasan karena ada dugaan-dugaan proses pemilihan itu tidak dilakukan secara terbuka," ujar Bambang.
Selain masalah transparansi, proses seleksi jabatan tersebut juga dinilai diwarnai konflik kepentingan.