Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Ungkap Anggaran untuk "Lockdown" Jakarta, Rp 550 Miliar Per Hari

Kompas.com - 22/04/2020, 21:50 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo buka-bukaan soal anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai seluruh kebutuhan masyarakat DKI Jakarta jika diberlakukan karantina wilayah atau lockdown.

Jokowi mengatakan, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 550 miliar per hari.

"Karantina wilayah itu kan sama dengan lockdown. Artinya apa, masyarakat harus hanya di rumah. Bus berhenti, enggak boleh keluar. Taksi berhenti, ojek berhenti, pesawat berhenti, MRT berhenti, KRL semuanya berhenti, hanya di rumah," ujar Jokowi saat diwawancarai di program TV Mata Najwa, Rabu (22/4/2020).

Baca juga: Soal Karantina Wilayah, Yusril Nilai Pemerintah Khawatir Tak Mampu Penuhi Kebutuhan Warga

"Untuk Jakarta saja pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp 550 miliar. Hanya Jakarta saja. Kalau Jabodetabek tiga kali lipat. Itu per hari," lanjut Jokowi.

Tuan rumah Mata Najwa, Najwa Shihab, lantas bertanya apakah hal itu menunjukkan pemerintah tak memiliki cukup dana untuk menerapkan lockdown.

Jokowi pun membantah.

Ia mengatakan, pemerintah tak ingin meniru negara lain yang memberlakukan lockdown untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai, tak ada negara yang sukses memutus mata rantai penularan Covid-19 dengan melakukan lockdown.

"Enggak ada menurut saya. Coba tunjukkan. Enggak ada. Karena setiap hari saya selalu ada briefing kertas yang di situ diinformasikan mengenai negara yang a, b, c melakukan apa, hasilnya apa. Kemudian di sana kasus positif berapa, yang meninggal berapa. Itu ada," tutur Jokowi.

Baca juga: Luhut Ungkap Alasan Jokowi Tak Segera Tetapkan Karantina Wilayah

"Jadi dalam memutuskan setiap negara itu beda-beda. Karena karakternya beda, tingkat kesejahteraannya beda, tingkat pendidikan berbeda, tingkat kedisiplinan berbeda, geografis berbeda, kemampuan fiskal berbeda. Enggak bisa kita disuruh meniru negara lain," lanjut Presiden.

Seperti diketahui, pemerintah lebih memilih menerapkan PSBB dibandingkan opsi karantina wilayah dalam menangani wabah virus corona.

Merujuk pada Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan diatur berbagai cara dalam penerapan karantina kesehatan antara lain isolasi, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan PSBB.

Baca juga: Pemerintah Persis Orang Tua yang Pelit Begitu Anaknya Mau ke Dokter

Dari sisi anggaran, untuk karantina rumah sakit dan karantina wilayah, kebutuhan dasar seperti kebutuhan makan yang berada di dalam zona karantina tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah (APBN).

Pasal 55 ayat (1) yang menyatakan, selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Sementara dalam penerapan PSBB, pada Pasal 59 tidak dicantumkan pemenuhan kebutuhan dasar, baik manusia maupun ternak di zona karantina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com