Oleh: Prof Dr Mella Ismelina FR, SH, MHum
GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya memberlakukan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam penanganan Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta. Aturan serupa juga diikuti oleh pemerintah daerah lainnya, seperti Jawa Barat.
Tujuan dari peraturan PSBB ini tentunya bertujuan menekan dan memutuskan mata rantai penyebaran virus corona (Covid-19).
Namun, tampaknya keberlakuan peraturan PSBB tersebut masih belum efektif karena masih banyak masyarakat yang belum patuh.
Adakah sebuah persoalan komunikasi hukum yang belum efektif dalam balutan budaya hukum masyarakat, sehingga peraturan PSBB masih banyak yang dilanggar oleh masyarakat?
Setiap peraturan yang dibuat tentu memiliki tujuan untuk dipatuhi dan mampu merubah sikap serta perilaku masyarakat yang diaturnya.
Ketika peraturan diberlakukan di masyarakat, pada hakikatnya sebuah proses komunikasi dan interaksi hukum telah terjadi antara masyarakat dan hukum itu sendiri.
Dalam konteks komunikasi hukum, tentu sikaplah yang menjadi penekanan utamanya. Karena, sikap manusia dapat menampakkan kecenderungan terhadap pandangan yang baik atau buruk yang terwujud dalam perilakunya.
Dalam sikap terkandung gambaran terkait persepsi dan pengetahuan manusia terhadap keadaan yang terjadi di sekitarnya, berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang dan kecenderungan berbuat atau tidak berbuat terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya.
Setiap komunikasi hukum yang dibangun atas peraturan dalam masyarakat diharapkan melahirkan sebuah kepatuhan masyarakat terhadap hukum.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.