JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Eva Sri Diana menyebutkan bahwa tenaga medis memang mengalami kesulitan saat wabah Covid-19.
Salah satu alasannya adalah belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit yang disebabkan virus corona tersebut.
Belum lama ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah meluncurkan informatorium obat yang digunakan untuk pengobatan Covid-19. Obat membantu untuk mengatasi gejala yang muncul.
Namun, hal itu juga dinilai belum banyak membantu karena dinamika yang muncul dalam menghadapi virus corona.
Baca juga: Data Sebaran 7.153 Kasus Covid-19 di Indonesia, DKI Jakarta Tertinggi
Salah satu contoh dinamika yang terjadi adalah protokol penanganan yang bisa berubah dalam pengobatan Covid-19.
"Karena obatnya belum ada, maka baik BPOM maupun asosiasi kedokteran akan terus berkejaran dengan wabah ini, apalagi protokol penanganannya bisa berubah setiap saat," ujar Eva dikutip dari siaran pers, Selasa (21/4/2020).
Eva mencontohkan soal chloroquine yang semula tidak digunakan untuk pengobatan virus corona.
Namun, kata dia, setelah itu obat tersebut boleh digunakan untuk terapi kasus-kasus berat. Kemudian, ada perubahan sehingga chloroquine bisa digunakan untuk kasus ringan.
"Perubahan-perubahan ini disebabkan karena kita tidak memiliki obat-obat yang sesuai standard WHO," kata dia.
Baca juga: 2,3 Juta Orang Terinfeksi, Ini Kabar Terbaru soal Pengembangan Vaksin dan Obat Covid-19
BPOM telah meluncurkan informatorium obat Covid-19 yang dilakukan saat focus group discussion virtual bersama 170 orang peserta yang berasal dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Informatorium merupakan kumpulan referensi berbagai obat yang telah dilakukan uji klinis untuk terapi virus corona di berbagai negara. Antara lain di China, Jepang, Singapura, dan Amerika.
Informasi dalam informatorium tersebut idealnya disusun berdasarkan manajemen terapi yang dipublikasikan PDPI, termasuk pedoman global dari WHO.
Eva pun berharap agar BPOM bisa mendorong pemerintah untuk menjamin ketersediaan obat-obatan Covid-19.
Dengan demikian, kehadiran informatorium itu bisa dimanfaatkan optimal.
"Ini karena di lapangan sangat langka dan bahkan kosong. Percuma juga informatorium ini dibuat namun obatnya sendiri tidak ada," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.