JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pasal kontroversial di dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19 digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Pemerintah dinilai sengaja memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 untuk menerbitkan Perppu tersebut guna mengatasi persoalan ekonomi yang sebenaranya tengah terjadi di dalam negeri.
"Karena ketidakmampuan pemerintah mengelola perekonomian tata negara ini, akibatnya mereka tidak mampu mengatasi virus corona ini. Sehingga, mereka memakai alasan virus corona ini untuk membuat perppu ini," ucap anggota tim kuasa hukum penggugat Ahmad Yani saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/4/2020).
Baca juga: Din Syamsuddin, Sri Edi Swasono, dan Amien Rais Gugat Perppu Covid-19
Gugatan tersebut diketahui dilayangkan oleh tokoh Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono dan politikus senior Partai Amanat Nasional Amien Rais pada 14 April 2020.
Selain mereka, ada pula sejumlah nama lain, yakni Direktur Indonesia Resources Studies Marwan Batubara, aktivis Hatta Taliwang, Ketua Majelis Syuro PBB MS Kaban dan mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua.
Menurut Yani, setidaknya ada enam pasal dari perppu itu yang diduggat ke MK, yakni Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1-3, Pasal 12, Pasal 16, Pasal 23, Pasal 27 dan Pasal 28.
"Kenapa kita uji? Karena pasal-pasal ini dianggap bertentangan dengan konstitusi dan membuat disharmonisasi terhadap UU lainnya. Juga, Perppu ini menjadi omnibus law dalam bentuk lain," tutur dia.
Adanya dugaan bahwa perppu ini menjadi omnibus law, sebut dia, terletak pada Pasal 28.
Baca juga: PP Muhammadiyah Tak Berencana Uji Materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020
Di dalam pasal itu dinyatakan beberapa ketentuan yang diatur di sejumlah undang-undang menjadi tidak berlaku.
Undang-undang yang dimaksud, yakni UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Bank Indonesia, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Lembaga Penjamin Simpanan, UU Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU Kesehatan, UU Desa, UU Pemerintah Daerah, UU MD3, UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, dan UU APBN 2020.
Yani menegaskan, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur pembagian kekuasaan di dalam sistem tata negara Indonesia berdasarkan cabang-cabang kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif, yudikatif dan pemeriksa keuangan.
"Dengan berlakunya Perppu ini, maka dia mencabut kekuasaan lembaga negara tersebut yang diatur di dalam konstitusi. Bayangkan, Perppu bisa mencabut atau membatalkan lembaga negara yang saya sebutkan tadi yang diatur di dalam konstitusi," kata dia.
Baca juga: Perppu Penanganan Covid-19 Disebut Rasa Omnibus Law
Ia mengingatkan, kedudukan konstitusi jauh di atas Perppu yang berada di bawah UU. Salah satu wewenang yang dicabut, yaitu wewenang DPR dalam penganggaran.
Padahal, UUD 1945 secara tegas telah menyatakan bahwa penyusunan anggaran dilakukan secara bersama-sama antara DPR dan pemerintah.
"Oleh karenanya dia tidak boleh menentukan sepihak. Kalau mau ada perubahan dalam APBN itu boleh tapi melalui APBN-P. Dia tidak boleh sepihak. Haram hukumnya tidak dalam bentuk APBN. Artinya, dalam Perppu ini dia mencabut kekuasaan," lanjut dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.