Sebelum pandemi pun pembicaraan juga sudah seperti itu. Masa virus corona menghangatkan wacana. Mungkin setelah corona tema akan menghilang lagi. Wacana seperti itu muncul lagi entah kapan.
Harapan publik terbesar yang terdengar adalah bagaimana Indonesia bisa mengikuti perkembangan pengetahuan, sains dan teknologi agar bisa bertahan dan bersaing dengan negara-negara lain.
Pelajaran untuk pemerintah dan masyarakat
Bayangannya, wabah Covid-19 ini memberi pelajaran agar pemerintah dan masyarakat mengutamakan pengetahuan, sains, dan teknologi. Dana pemerintah dan swasta supaya meningkat untuk penelitian.
Para ilmuwan agar bersemangat melakukan penelitian dan berusaha menemukan banyak solusi ilmiah dalam menghadapi berbagai persoalan bangsa.
Kenyataan yang kira-kira akan terjadi, kita semua akan kembali pada jati diri kita, karena merasa dilindungi dengan doa-doa dan yakin bahwa Tuhan selalu berpihak pada bangsa ini.
Tuhan telah menyelamatkan umat ini dan selalu berbeda dengan bangsa-bangsa lain yang maju tetapi “arogan.” Mereka diazab, kita dicoba. Mereka ingkar, kita beriman.
Apapun yang terjadi Tuhan mengistimewakan manusia pilihan-Nya. Masyarakat kita agamis, dan akan seperti itu. Asumsi itu akan menguatkan rasa aman, dan menghibur di saat pemulihan pasca-bencana.
Faktor agama tidak bisa disimpulkan hanya dari sisi negatifnya. Agama dalam masyarakat komunal Indonesia berarti juga kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi hidup yang tidak pasti.
Hidup terlalu rumit, rasa nyaman bisa didapat dengan bersembahyang secara bersama-sama, yang berfungsi sebagai terapi gratis dan efektif. Sisi agamis kita telah menyelamatkan jiwa kita saat penuh cobaan, seperti krisis ekonomi pasca runtuhnya Orba dan tsunami yang menghantam Aceh.
Jika Eropa dan Amerika secara teori mengandalkan sains dan rasionalitas, karena memang mampu mendanainya. Penelitian berjalan terus atas dukungan pemerintah dan sponsor swasta.
Masyarakat juga memandang sains lebih utama dari faktor keagaman, yang sudah lama dikritisi dimasa Abad Pencerahan. Para peneliti merasa mampu hidup dengan penelitian dan temuannya.
Lembaga pengetahuan berjalan, walaupun sindiran juga sempat terlontar selama masa corona: bahwa para bintang bola dan tenis mendapatkan jutaan dollar, sementara para ilmuwan mendapatkan dana penelitian sekadarnya.
Mintalah pada Christiano Ronaldo atau Lionel Messi, jika masyarakat menuntut obat dan vaksin. Para selebritis olahraga mendapatkan dana yang cukup membiayai ratusan laboratorium mereka.
Sains di Tanah Air tidak akan berjalan sendiri, tanpa legitimasi agama, karena ukuran kemanusiaan kita masih berbahasa teologis. Lembaga yang ditopang dana mandiri masyarakat hanya organisasi keagamaan, bukan lembaga keilmuan.