Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kasus Stafsus Milenial Jokowi, Ini Dampak dan Pencegahan Konflik Kepentingan

Kompas.com - 16/04/2020, 13:17 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Frasa konflik kepentingan ramai dibicarakan publik beberapa hari terakhir setelah munculnya surat dari Staf Khusus Presiden, Andi Taufan Garuda, yang ditujukan ke camat se-Indonesia.

Surat Taufan tersebut dianggap sebagai bentuk konflik kepentingan karena dalam surat itu Taufan meminta para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) melawan wabah Covid-19 dilakukan oleh perusahaan pribadi Andi, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).

Hal serupa juga terjadi pada Adamas Belva Syah Devara dengan perusahaannya, Skill Academy by Ruang Guru, yang menjadi mitra program Kartu Prakerja. 

Lantas, apakah yang dimaksud dengan konlik kepentingan atau conflict of interest tersebut?

Baca juga: Penjelasan Istana soal Pemilihan Mitra Kartu Prakerja yang Dinilai Rawan Konflik Kepentingan

Dalam modul berjudul Pengelolaan Konflik Kepentingan yang diterbitkan KPK pada 2016 lalu, konflik kepentingan didefinisikan sebagai keadaan di mana kepentingan pribadi (private interests) berbenturan dengan tugas dan tanggung jawab resmi (formal duties/responsibilities).

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menjelaskan, konflik kepentingan dalam konteks pejabat publik dapat diartikan sebagai kegiatan oleh pejabat publik yang berpotensi mempengaruhi operasional atau pengambilan keputusan yang berdampak ke publik.

Pahala menuturkan, konflik kepentingan itu mempunyai dampak bagi sang pejabat publik itu sendiri.

Baca juga: Rawan Konflik Kepentingan, Ini Jawaban Pemerintah soal Mitra Penyedia Pelatihan Kartu Prakerja

Sebab, konflik kepentingan itu akan menyebabkan segala kebijakan yang diambil, baik benar atau salah, akan dipertanyakan publik.

"Yang paling rugi kredibilitas pejabat publik, keputusannya dipertanyakan banyak orang. Teorinya, kalau itu dipertanyakan, sudah setengah melemahkan kebijakan," ujar Pahala ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (16/4/2020).

Pahala menuturkan, konflik kepentingan itu juga membuat roda pemerintahan dapat berjalan secara tidak adil.

Ia mencontohkan seorang bupati berlatarbelakang pengusaha kontraktor yang memenangkan tender proyek.

Baca juga: Ingatkan soal Konflik Kepentingan, ICW: Dalih Stafsus Presiden Tak Benarkan Perbuatannya

Pahala mengatakan, proses tender itu cenderung akan menguntungkan perusahaan yang dimiliki oleh sang bupati.

"Bagaimana bisa bupati yang kontraktor kok enggak dikasih bantuan apapun, logis saja dia dimenangkan, kalau dia enggak dimenangkan, yang lain segan. Lingkungannya jadi terintimidasi karena tahu bupati itu kontraktor," kata Pahala.

Dalam modul yang diterbitkan KPK, terdapat dua hal yang dapat membuat konflik kepentingan menjadi masalah dan tak etis yakni, mempengaruhi kepentingan publik untuk kepentingan pribadi serta mempengaruhi pengambilan keputusan yang bertujuan meluluskan kepentingan pribadi.

Baca juga: Surati Camat, Stafsus Jokowi Dinilai Melanggar UU Administrasi Pemerintahan

Mundur Di Awal

Pahala menuturkan, cara paling ampuh untuk menghindari konflik kepentingan bagi pejabat publik adalah mengundurkan diri dari semua jabatan yang disandangnya sebelum mengisi jabatan publik itu.

"Pencegahan yang paling mula-mula itu, walau tidak menjamin, kalau dia mundur dari semua jabatan yang ada di institusinya," kata Pahala.

Pahala menegaskan, pengunduran diri itu tidak hanya pengunduran diri secara administratif melainkan juga menunjukkan bahwa pejabat itu sudah benar-benar tidak berurusan dengan institusi lamanya.

Baca juga: Anggap Wajar Perusahaannya Jadi Mitra Kartu Prakerja, Ini Alasan Belva Stafsus Jokowi

"Ada yang sudah mundur tapi gesturnya masih, misalnya direkturnya masih ditenteng-tentang ke sana ke mari," kata Pahala mencontohkan.

Ia mengingatkan, para pejabat mestinya tidak haya mundur dari jabatan perusahaan mereka melainkan juga dari jabatan-jabatan lain termasuk bila berkaitan dengan kegiatan sosial.

Sementara itu, modul KPK menyatakan pengelolaan konflik kepentingan dalam organisasi dapat dimulai dengan membangun sistem organisasi yang mampu mengendalikan dan mengawasi fungsi-fungsi wewenang yang melekat dalam setiap jabatan.

Baca juga: Surat Stafsus Milenial Jokowi yang Dinilai Berpotensi Korupsi...

Harapannya, pengambilan keputusan di setiap kegiatan bisa dilakukan secara transparan dan dipertanggungjawabkan secara akuntabel.

Di sisi lain, kepemimpinan menjadi kunci utama dalam membangun good corporate governance sebab pemimpin menjadi role of model bagi seluruh anggota organisasi.

"Pemimpin yang efektif harus memahami peran dan fungsi kepemimpinan dalam membangun budaya organisasi yang beretika tinggi, sehingga perusahaan bisa efektif dan efisien dalam menjalankan operasinya," tulis KPK dalam modul tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com