Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: Kepala Desa Butuh Keputusan Tegas Pemerintah Pusat soal Mudik Lebaran 2020

Kompas.com - 14/04/2020, 23:13 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balilatfo) Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Ivanovich Agusta mengatakan, para kepala desa memerlukan kebijakan yang lebih tegas dari pemerintah pusat terkait mudik Lebaran 2020.

Hal tersebut berdasarkan survei yang digelar Balilatfo Kemendes PDTT terhadap 3.931 kepala desa yang berada di 31 provinsi di Indonesia.

"Kami mencoba mendalami pendapat 89,75 persen kepala desa menyatakan tidak setuju jika warganya yang saat ini berada di kota melakukan mudik Lebaran 2020 di tengah kondisi pandemi Covid-19," ujar Agusta dalam pemaparan hasil survei yang digelar secara daring, Selasa (14/4/2020).

Baca juga: Jumlah Kasus Covid-19 Diprediksi Meningkat jika Masyarakat Tetap Mudik Lebaran

Pendapat para kepala desa yang tidak setuju warganya mudik itu mengerucut kepada dua pilihan kebijakan.

Pertama, sebanyak 49,86 persen kepala desa ingin ada imbauan pemerintah agar masyarakat tidak mudik.

Kedua, sebanyak 50,14 persen kepala desa ingin pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan mudik.

"Terdapat pendapat yang berimbang terhadap kebijakan imbauan tidak mudik atau larangan mudik. Ini mengindikasikan masih ada keraguan kepala desa yang membutuhkan keputusan lebih tegas dari pimpinan (pemerintah pusat)," jelas Agusta.

Oleh karena itu, pihaknya menyarankan alternatif format kebijakan yang mengandung larangan sekaligus imbauan.

"Misalnya, mudik dilarang, dan kehidupan migran di kota didukung oleh pemerintah kota. Atau, kepada masyarakat yang terpaksa mudik harus punya alasan kuat, lalu lapor ke relawan desa lawan Covid-19," tutur Agusta.

Lebih lanjut, Agusta menjelaskan dalam survei ini latar belakang desa-desa yang dipimpin para kepala desa yang menjadi responden itu turut dikaji.

Hasilnya, kata dia, kepala desa yang dengan kategori opini 'setuju mudik', maupun kategori opini 'tidak setuju mudik', memiliki kondisi desa yang serupa.

Keserupaaan itu mencakup aspek status perkembangan desa, demografi, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, akses telematika, jalur logistik ke desa, lembaga finansial, mata pencaharian utama warga, keragaman agama, keragaman etnis dan keberadaan lembaga adat.

Baca juga: Ini Alasan Para Kepala Desa Tak Ingin Warga Mudik Lebaran 2020

"Kondisi desanya serupa, tapi menghasilkan opini kades yang berbeda. Artinya, aman untuk menyatakan, bahwa opini kepala desa atas mudik tahun ini terutama didasarkan pada argumen-argumen rasional ketimbang primordial atau tradisi," ungkap Agusta.

"Sehingga, seharusnya rasio atau ilmu pengetahuan menjadi dasar penyusunan kebijakan mudik (atau batal mudik) tahun ini. Sebaiknya argumen ilmiah kesehatan lebih dikemukakan daripada jenis argumen lainnya, karena itulah dasar pembentuk opini kepala desa," tambahnya.

Merujuk hasil ini, kata Agusta, ada aspirasi kepala desa yang perlu didengar oleh warga desa yang kini berada di kota.

"Bahwa (mayoritas) kepala desa tidak ingin warga mudik ke desa pada lebaran 2020," tegasnya.

Agusta pun menjelaskan survei yang digelar secara mandiri oleh pihaknya ini bertujuan mengetahui sudut pandang kepala desa sebagai opinion leader penting di desa terhadap mudik Lebaran 2020.

"Selain itu, juga bertujuan agar masyarakat memahami kesiapan desa menghadapi migrasi warga pada 1-2 bulan mendatang," tuturnya.

Adapun survei ini dilaksanakan pada 10-12 April 2020.

Baca juga: Survei: Kepala Desa Tak Setuju Warga Mudik karena Pertimbangan Kesehatan

Metode yang digunakan yakni kuantitatif berupa survei dengan sampel diambil secara acak terstratifikasi.

Populasi dalam survei ini didefinisikan sebagai desa dengan penduduk mayoritas beragama Islam berjumlah 53.808 desa.

Kemudian, jumlah sampel desa per provinsi disesuaikan dengan proporsi jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 per 9 April 2020 pukul 15.00 WIB atau sehari sebelum data lapangan diambil. Margin error survei tercatat sebesar 1,31 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com