JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati menilai, belum ada kebijakan dalam bentuk undang-undang yang dihasilkan DPR terkait penanganan dan pengendalian Covid-19.
Menurut Mada, penanganan Covid-19 terkesan hanya mengandalkan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sebagai lembaga eksekutif.
Dia mencontohkan soal Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang diteken Presiden Joko Widodo untuk penanganan Covid-19.
"DPR dengan fungsi legislasi belum ada kebijakan publik sama sekali, dalam bentuk undang-undang yang mengantisipasi Covid-19. Lagi-lagi mengandalkan perppu," kata Mada, dalam diskusi "Kinerja Parlemen di Tengah Wabah Covid-19", Senin (13/4/2020).
Baca juga: Akan Sahkan RUU Berpolemik, DPR Dinilai Aji Mumpung Manfaatkan Wabah Covid-19
Ia mengatakan, dalam penanganan dan pengendalian Covid-19 ini juga diperlukan keterlibatan DPR sebagai lembaga legislatif yang memiliki fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
Mada menyebutkan bahwa fungsi legislasi DPR harus difokuskan untuk penanganan Covid-19.
"Untuk apa kita punya DPR kalau hanya mengandalkan perppu," tuturnya.
"Soal ketersediaan alat kesehatan, alat tes virus corona, ini kan kebijakan-kebijakan yang perlu (dibahas) di DPR," ucap Mada.
Mada menegaskan, penanganan Covid-19 terlalu berat jika hanya dibebankan kepada pemerintah.
Baca juga: Pemerintah Sebut Stok Pangan di Masa Pandemi Covid-19 Aman hingga 4 Bulan
Ia menyarankan DPR sementara waktu menunda seluruh program legislasi nasional atau Prolgenas Prioritas Tahun 2020, termasuk di dalamnya omnibus law RUU Cipta Kerja.
"Tidak bisa kita meletakkan semuanya kepada presiden, kepada eksekutif. Karena pasti tidak mampu eksekutif saja dalam menanganani persoalan ini," kata dia.
"Bahkan kalau diperlukan fokus saja di sini (Covid0-19). Lupakan dulu prolegnas yang sudah direncanakan sejak tahun lalu yang mungkin tidak sensitif terhadap Covid-19," tutur Mada.
Ia meminta DPR mengurangi atau bahkan menghilangkan aktivitas yang berpotensi menimbulkan kontroversi publik.
Tak hanya berkaitan dengan legislasi, tetapi juga hal-hal lain yang dianggap kontraproduktif terhadap penanganan Covid-19.
"DPR mungkin menurut saya perlu mengurangi isu-isu yang terkait etik. Misal, seperti uang muka pembelian mobil. Saya kira isu-isu kontroversial itu dihentikan atau dikurangi," kata Mada.
Baca juga: Data Penambahan Pasien Covid-19, DKI Jakarta Mencapai 160 Kasus Baru
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.