Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Jabatan Hakim MK yang Dihapus di RUU MK Jadi Sorotan

Kompas.com - 13/04/2020, 16:00 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dihapusnya masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana tercantum pada draf Revisi Undang-undang MK yang tengah dibahas di DPR mendapat sorotan.

Pengajar pada STIH Jentera Bivitri Susanti mengatakan, masa jabatan hakim MK mestinya tetap dibatasi dan dapat dipilih ulang sebagai mekanisme untuk mengukur kinerja para hakim MK.

"Dalam hukum tata negara, yang namanya pemilihan ulang itu tidak sekadar prosedur kosong tapi ada tujuannya bahwa seseorang punya satu kesempatan untuk diukur kinerja dan akuntabilitasnya di tengah-tengah masa jabatan," kata Bivitri dalam sebuah diskusi, Senin (14/4/2020).

Baca juga: Revisi UU MK Diajukan Ketua Baleg DPR sebagai Pengusul Tunggal

Menurut Bivitri, bila masa jabatan itu dihapus maka hakim MK tidak dapat diukur kinerja dan akuntabilitasnya selama masa jabatannya.

"Apakah ada cara lain, apakah ada mekanisme lain yang secara kuat mengontrol perilakunya dan juga bagaimana kinerjanya di mahkamah konstitusi, hal ini yang harus dipertanyakan," ujar Bivtri.

Pasal 22 UU MK mengatur masa jabatan hakim konstitusi berlaku selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Baca juga: Revisi UU MK, Aturan Usia Minimal Hakim Konstitusi Dipersoalkan

Dalam draf revisi UU MK, ketentuan Pasal 22 tersebut dihapus. Ketentuan akhir masa jabatan hakim MK diatur lewat Pasal 23 yang menyatakan hakim MK dapat diberhentikan dengan hormat bila telah berusia 70 tahun.

Selain hilangnya pasal 22 dalam draf RUU MK, pasal lain yang menjadi sorotan ialah pasal 87 huruf c yang mengatur soal aturan peralihan.

Pasal 87 huruf c menyatakan, apabila hakim konstitusi telah berusia 60 tahun maka masa jabatannya langsung berlanjut sampai usia 70 tahun.

Baca juga: Hakim MK dalam Sidang: Mahkamah Konstitusi Bukan Keranjang Sampah

Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar menilai ketentuan tersebut akan menguntungkan para hakim MK yang sedang menjabat karena delapan dari sembilan hakim telah berusia 60 tahun.

"Delapan di antaranya akan diuntungkan karena semuanya akan nyambung, mungkin juga satu yang harus berhenti karena mekanisme itu tidak menguntungkan dia yaitu Yang Mulia Saldi Isra," ujar Zainal.

Sebelumnya, Zainal dan Bivitri juga mempersoalkan Pasal 15 Ayat (2) RUU Mahkamah Konstitusi yang mengatur usia minimum hakim MK adalah 60 tahun.

Baca juga: Cegah Penyebaran Corona, MK Tunda Sidang Pengujian UU sampai Akhir Bulan

Ketentuan tersebut dinilai tidak rasional dan tak beralasan apalagi hingga kini belum ada naskah akademik yang melandasi ketentuan tersebut.

"Rasionalitasnya itu apa dalam arti apakah penentuan merit, kemampuan, dan integritas seseorang itu bisa diukur dengan usia? Ini untuk persoalan usia minimum hakim 60 tahun," kata Bivitri.

Sebelumnya, dalam rapat paripurna, Kamis (2/4/2020) DPR menyepakati Revisi Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi inisiatif DPR.

"Pertama, Pendapat Fraksi-fraksi terhadap RUU Perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi RI dilanjutkan dengan Pengambilan Keputusan menjadi RUU Usul DPR RI," kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com