Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Robert Na Endi Jaweng
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

Omnibus Law yang Berpotensi Merusak Mahkota Otonomi Daerah...

Kompas.com - 13/04/2020, 15:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Bayu Galih

Terlebih lagi, secara politik para kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) punya legitimasi kuat karena mereka dipilih langsung masyarakat setempat.

Bahkan, tidak jarang dalih kearifan lokal menjadi pertimbangan kuat kebijakan pelaksana di tingkat daerah menjadi berbeda dengan peraturan pusat yang secara hierarki hukum lebih tinggi.

Tumpang tindih aturan pun akan kembali muncul. Bisa dibayangkan jika keberadaan peraturan daerah, peraturan gubernur, hingga peraturan bupati dan wali kota kontradiktif dengan aturan di atasnya.

Akibatnya, kebingungan secara masif akan terjadi di daerah. Catatan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, sampai November 2019 saja, terdapat sedikitnya 347 peraturan daerah bermasalah yang bertentangan dengan aturan di atasnya.

Kedua, potensi kekosongan peraturan di daerah. Saat omnibus law diketok, pemda dan DPRD harus segera menyesuaikan berbagai aturan teknis di daerah.

Ini pun dengan catatan jika Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi turunan omnibus law bisa segera disusun.

Padahal, penyusunan PP dan revisi berbagai perda butuh waktu lama dan ada banyak kepentingan yang harus diakomodasi. Terlebih lagi, mata semua orang kini tertuju pada upaya menangani wabah Covid-19 yang mendesak karena telah merambah mayoritas daerah di Indonesia.

Baca juga: Akan Sahkan RUU Berpolemik, DPR Dinilai Aji Mumpung Manfaatkan Wabah Covid-19

Ketiga, ancaman terhadap ekonomi, investasi, dan pembangunan di daerah. Selama ini, perdebatan dua omnibus law seringkali terjebak kepada kepentingan populis dan politis.

Padahal, di luar itu semua, terdapat satu aspek yang tak kalah penting yakni keberlangsungan usaha para pebisnis.

Faktor ini turut menentukan nasib pertumbuhan ekonomi, investasi, dan pembangunan di daerah, bahkan Indonesia.

Sejumlah klausul di omnibus law RUU Cipta Kerja maupun RUU Perpajakan tidak ramah investasi, sehingga Indonesia belum menarik di mata investor.

Di RUU Cipta Kerja misalnya, beberapa klausul berpotensi memunculkan beban sangat besar bagi perusahaan yang dalam jangka panjang merugikan buruh. Indonesia akan dicap sebagai negara dengan biaya buruh mahal.

Baca juga: Kasbi: Kaum Buruh Sulit Dapat Akses Terkait Pembahasan RUU Cipta Kerja

Padahal, di tengah nasib ekonomi yang serba tidak pasti akibat pandemi Covid-19, para investor dan pebisnis punya dua opsi: melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk efisiensi atau sama sekali keluar dari Indonesia.

Dua-duanya sangat tidak menguntungkan bagi daerah tempat operasional bisnis berada. PHK membuat rentan menciptakan kemiskinan dan pengangguran di daerah. Sementara jika investor keluar sama sekali, pengembangan wilayah juga akan terganggu.

Hal senada juga terjadi di RUU Perpajakan yang menetapkan berbagai syarat pelaku usaha mendapatkan insentif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com