JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta Polri untuk mengusut tuntas kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Polri diminta tak berhenti hanya pada dua aktor lapangan yang kini sudah menjadi terdakwa, namun juga mengungkap auktor intelektualis di balik penyerangan ini.
“Sejak penyerangan tiga tahun lalu, upaya mengungkap pelaku berjalan sangat lambat. Dua pelaku yang merupakan anggota Kepolisian aktif memang sudah ditangkap, itu pun masih meragukan," kata Usman saat diskusi lewat video conference dengan Novel, Sabtu (11/4/2020).
Baca juga: Novel Baswedan Tak Hadir, Sidang 2 Terdakwa Penyiram Air Keras Ditunda Akhir Bulan
"Seharusnya tidak berhenti sampai di situ, apalagi jika sampai ada yang dikambinghitamkan. Dan jangan berhenti sampai di motif dendam pribadi. Aktor-aktor lain yang terlibat harus diusut tuntas, terutama dalangnya," sambung Usman.
Usman mengatakan, bagaimana pun juga Novel menjadi simbol kesungguhan negara dalam melawan korupsi.
Oleh karena itu, di kasus ini, niat baik pemegang otoritas negara diuji, apakah hukum akan ditegakkan secara adil.
“Kami menagih komitmen Presiden, untuk benar-benar mengungkapkan kasus Novel. Bentuk tim investigasi yang independen dengan keahlian dan integritas yang dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan untuk Novel sebaiknya tak ditunda. Tidak boleh ada impunitas," kata Usman.
Sementara itu, Novel dalam kesempatan tersebut mengakui ada sejumlah kejanggalan terkait penyidikan kasusnya.
Misalnya, terkait dua anggota kepolisian yang kini sudah menjadi terdakwa.
Novel mengaku tidak pernah berinteraksi apalagi mengenal kedua pelaku.
Oleh karena itu, ia merasa janggal ketika dua pelaku menyebut motif penyerangan adalah dendam.
"Kenapa dua orang ini dendam dengan saya. Ini aneh," kata dia.
Baca juga: 4 Fakta Persidangan Pertama Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
Novel justru meyakini penyerangan terhadap dirinya ada hubungan dengan sejumlah kasus yang ia selidiki.
Oleh karena itu, ia meyakini ada auktor intelektualis di posisi lebih tinggi yang terlibat.
Novel disiram air keras pada 11 April 2017 lalu setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat penyerangan tersebut, Novel mengalami luka pada matanya yang menyebabkan gangguan pengelihatan.
Setelah dua tahun lebih mengalami jalan buntu, akhirnya Polri menerapkan dua orang tersangka.
Keduanya adalah polisi aktif yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.
Keduanya didakwa melakukan penganiayaan berat terencana terhadap Novel dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.