Kebijakan yang berbeda
ASN yang dilarang mudik dipakai pemerintah untuk menyuarakan kebijakan imbauan agar tidak mudik.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Daerah dan/atau Kegiatan Mudik bagi ASN dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Baca juga: KSP Nilai Imbauan Tak Mudik Pemerintah Sesuai dengan Ajaran Agama
"Dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 di wilayah NKRI, ASN agar mengajak masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya untuk tidak bepergian ke luar daerah dan/atau kegiatan mudik dalam rangka Hari Raya Idul Fitri 1441 H ataupun kegiatan ke luar daerah lainnya sampai dengan wilayah NKRI dinyatakan bersih dari Covid-19," demikian tulis poin c dari surat edaran yang ditandatangani Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo itu.
Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, pemerintah masih menggunakan orientasi ekonomi dalam mengambil kebijakan terkait mudik Lebaran.
Baca juga: Antisipasi Penyebaran Covid-19 di Daerah, ASN Dilarang Mudik Saat Lebaran
Hal ini tidak sesuai dengan protokol kesehatan yang telah disusun selama ini.
Sebagai contoh, Juru Bicara Pemerintah tentang Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam setiap kesempatan selalu menyampaikan agar masyarakat menghindari melakukan perjalanan mudik karena dikhawatirkan mereka akan menjadi carrier virus corona yang justru akan mengancam keluarga di daerah yang rentan, seperti orang tua maupun mereka yang memiliki imunitas rendah.
"Jika pemerintah memaksakan mudik Lebaran sekalipun dengan istilah pengendalian ketat, maka hal itu akan berisiko tinggi, yakni episentrum virus corona akan menyebar dan berpindah ke daerah," kata Tulus dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Fakta Viral Tenaga Medis Shalat Pakai APD di Ruang Isolasi Pasien Corona
Pemerintah, imbuh dia, seharusnya dapat memiliki pertimbangan jangka panjang, apabila masyarakat di daerah atau desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai terinfeksi Covid-19.
Sebagai contoh, bila ada petani atau peternak yang terinfeksi, maka hal itu dapat memengaruhi pasokan logistik ke daerah urban.
Padahal, saat ini tidak sedikit daerah urban yang memiliki banyak kasus positif Covid-19 dan menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
DKI Jakarta, misalnya, dari total 2.956 kasus positif Covid-19 secara nasional, 1.470 kasus di antaranya berada di provinsi yang dipimpin Gubernur Anies Baswedan ini.
Baca juga: Pandemi Virus Corona, Ahli Konservasi Desak WHO Tutup Pasar Hewan Liar
Masyarakat di daerah urban, imbuh Tulus, membutuhkan pasokan logistik yang lancar dari petani dan peternak di daerah.
"Siapa yang akan memasok logistik, jika petani tumbang karena terinfeksi virus corona oleh para pemudik?" tegas Tulus.
Selain itu, ia meragukan kemampuan aparat dalam mengawal kebijakan pembatasan yang akan diterapkan nantinya.
"Yang terjadi di lapangan, polisi akan kompromistis alias membiarkan pemudik motor berpenumpang dua orang atau lebih untuk jalan terus ke kampung halamannya. Tidak tega jika suruh balik lagi ke Jakarta, juga untuk roda empat sekalipun," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.