JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menyarankan Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan berbasis komunitas jika mengalami kesulitan memberikan bantuan terhadap TKI di Malaysia.
"Jadi bagaimana mempermudah akses bantuan, itu yang paling penting menurut saya, kalau situasi seperti ini pendekatannya komunitas," ujar Anis kepada Kompas.com, Selasa (7/4/2020).
Anis mengatakan pendekatan komunitas tersebut berupa pendekatan dengan komunitas orang-orang daerah di Indonesia yang berada di Malaysia.
Dengan skema itu, menurut dia, bantuan justru akan berjalan efektif.
Baca juga: TKI Kekurangan Bahan Pokok di Malaysia, Ini Respon Kemenlu
"Itu jauh lebih memudahkan pemerintah untuk mendrop bantuan," katanya.
Dia berharap KBRI di Malaysia juga dapat memanfaatkan media sosial seperti Facebook untuk menyampaikan informasi.
Mengingat, para TKI di Malaysia banyak yang menggunakan Facebook.
Dengan begitu, diharapkan pemerintah dapat lebih proaktif dalam memberikan informasi di tengah pandemi virus corona di Malaysia
"Jadi harus lebih fleksibel lah dalam membangun mekanisme dan lebih sensitif dengan situasi yang sekarang," katanya.
Diberitakan sebelumnya, nasib naas dialami sejumlah pekerja migran ilegal asal Indonesia di tengah kebijakan lockdown yang dilakukan Pemerintah Malaysia akibat pandemi Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan salah seorang pekerja migran resmi yang bekerja di sebuah pertambangan batu di Sarawak, Malaysia, Mujianto.
Pria asal Blitar, Jawa Timur, itu menceritakan nasib pilu yang dialami migran ilegal di Malaysia.
Sejak pemberlakuan kebijakan tersebut, para migran ilegal yang bekerja di Negeri Jiran tak mendapat gaji penuh dari para majikannya.
Bahkan, di antara mereka terpaksa makan tikus setiap harinya.
Baca juga: Pulang dari Malaysia Lewat Jalur Tikus, 20 TKI Ilegal Diamankan di Sumatera Utara
Hal itu yang dirasakan salah seorang teman Mujianto yang merupakan pekerja migran ilegal asal Flores, NTT.
Foto tikus sedang dibakar di atas panggangan seadanya dikirim Mujianto ke Kompas.com.
Mujianto mengatakan, itu dilakukan untuk menutupi kebutuhan makan setiap hari karena tidak adanya pendapatan penuh yang mereka terima.
"Sampai ada yang seperti ini, Mas, keadaan teman di Sarawak untuk mengurangi biaya belanja," ujar Mujianto ketika dihubungi, Selasa (7/4/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.