Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjarakan Penghina Presiden Dianggap Kontradiktif dengan Upaya Pengosongan Penjara di Tengah Wabah Corona

Kompas.com - 07/04/2020, 08:08 WIB
Dani Prabowo,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah perlu menyusun rancang biru kebijakan yang jelas dalam menangani pandemi Covid-19.

Kebijakan yang disusun pun diharapkan tidak saling tumpang tindih bahkan kontradiktif, karena akan berdampak pada kurang maksimalnya proses eksekusi di lapangan.

Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menanggapi sikap kontradiktif pemerintah dalam pembebasan tahanan dari penjara guna mengantisipasi penyebaran Covid-19 di dalam lembaga pemasyarakatan.

Baca juga: Amnesty: Pemidanaan Penghina Presiden Justru Bisa Tingkatkan Jumlah Orang Masuk Penjara

Sebab, pada saat yang sama Kapolri Jenderal Pol Idham Azis justru menerbitkan Surat Telegram Nomor ST /1100/IV.HUK.7.1./2020 yang memerintah jajaran di bawahnya untuk menindak tegas setiap orang yang menghina Presiden Joko Widodo dan jajarannya dalam penanganan Covid-19.

"Itulah kalau pemerintah enggak mempunyai konsep untuk menghadapi Covid-19. Kasihan pasukan di bawah. Orang (Ditjen) Pemasyarakatan pasti pusing betul," kata Erasmus kepada Kompas.com, Senin (6/4/2020).

Baca juga: Langkah Polisi Dinilai Bisa Sebarkan Covid-19 ke Dalam Penjara

Surat Telegram yang ditandatangani Kabareskri Komjen Listyo Sigit Prabowo itu terbit sejak 4 April 2020.

Di dalam telegram itu, seluruh jajaran Polri diminta menggiatkan patroli siber untuk mengawasi perkembangan situasi dan opini di ruang siber.

Adapun yang menjadi sasaran adalah mereka yang menyebarkan hoaks terkait Covid-19, hoaks terkait kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran wabah Covid-19, penghinaan kepada penguasa/Presiden dan pejabat pemerintah, serta praktek penipuan penjualan alat kesehatan secara daring.

Baca juga: Napi yang Keluar dari Penjara Lewat Program Asimilasi Tak Boleh Keluar Rumah

Para pelaku juga diancam hukuman pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 207 KUHP.

Menurut Erasmus, narasi hukuman yang dimunculkan Polri kian membuat masyarakat bingung.

"Lho kok mau dihukum lagi padahal pemerintah yang bilang lapas penuh. Untuk kejahatan enggak penting dan tidak berdasar pula seperti penghinaan Presiden," ujarnya.

Seperti diketahui, sesuai Keputusan Menteri Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020, setidaknya ada 30.000 napi yang rencananya akan dibebaskan untuk merelaksasi kapasitas lapas yang kian penuh.

Baca juga: Penghina Presiden dan Pejabat dalam Penanganan Covid-19 Terancam Sanksi Penjara

Proses pengeluaran napi ini melalui asimilasi dengan sejumlah ketentuan, yaitu napi yang dua per tiga masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; dan anak yang setengah masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.

Kemudian, napi dan anak yang tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012, yang tidak sedang menjalani subsidair dan bukan warga negara asing.

Selain itu, asimilasi dilaksanakan di rumah dan surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh Kepala Lapas, Kepala LPKA, dan Kepala Rutan.

Erasmus mengingatkan, Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden yang tertuang di dalam KUHP.

Baca juga: Cara Lapas di Ngawi Perangi Corona: Napi Berjemur, Penjara Disemprot Kapur Barus Campur Minyak Tanah

Keputusan itu tertuang di dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006, dimana Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP dinilai MK bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

Menurut dia, munculnya telegram Polri tersebut justru semakin menguatkan kesan pemerintah yang antikritik terhadap penangnan Covid-19.

"Bagaimana polisi dan pemerintah menyuruh kita ikut aturan, kalau mereka juga enggak mau ikutin aturan sederhana kayak putusan MK? Kan konyol ini," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com